Sekretaris Jenderal Gerakan Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti, menilai serangan Israel yang menyasar rombongan pimpinan Hamas di Doha, Qatar, sebagai “titik balik” dengan konsekuensi sangat berbahaya.
Menurutnya, peristiwa ini menyingkap siapa sebenarnya pihak yang menghambat tercapainya kesepakatan, yakni Israel, bukan Palestina.
“Israel selalu sengaja melakukan eskalasi. Serangan ini membuktikan mereka tidak menginginkan perjanjian apa pun,” ujar Barghouti dalam wawancara dengan Al Jazeera, Selasa (10/9).
Pemerintah Qatar sendiri mengecam keras serangan yang mengenai kompleks hunian sejumlah anggota biro politik Hamas.
Kementerian Luar Negeri Qatar menyebut tindakan itu sebagai “serangan kriminal, pelanggaran semua norma hukum internasional, serta ancaman serius bagi keamanan warga dan penduduk Qatar”.
Doha menegaskan tidak akan mentoleransi perilaku Israel yang disebutnya sembrono.
Seorang pejabat Hamas mengonfirmasi bahwa delegasi pimpinan yang dipimpin Khalil al-Hayya selamat dari percobaan pembunuhan tersebut.
Menurut Barghouti, serangan ke Doha justru menunjukkan bahwa Israel gagal mencapai tujuannya lewat perang di Gaza.
Israel, katanya, bukan hanya menargetkan Hamas, melainkan juga peran Qatar sebagai mediator.
Serangan dilancarkan tepat ketika pimpinan Hamas membahas usulan Amerika Serikat (AS).
“Ini berarti usulan itu tidak pernah serius. Israel tak menginginkan kesepakatan, melainkan memperdalam perang genosida di Gaza dan melanjutkan pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina,” tegas Barghouti.
Ia bahkan tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan AS.
“Tak seorang pun kini bisa percaya bahwa Washington berperan sebagai mediator yang jujur,” tambahnya.
Seruan ke dunia Arab dan Islam
Barghouti berharap, insiden yang menyasar Doha menjadi pemicu perubahan sikap negara-negara Arab dan Islam.
Ia menekankan, Qatar dikenal sebagai negara damai yang tidak pernah menyerang pihak mana pun, serta berperan besar dalam berbagai kesepakatan pertukaran tahanan.
“Justru karena peran Qatar-lah, ratusan tahanan Israel dan Palestina pernah dibebaskan dalam perjanjian sebelumnya,” ujarnya.
Dalam konteks ancaman pengusiran besar-besaran warga Gaza, Barghouti menyerukan agar negara-negara Arab—terutama yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel—menghentikan semua bentuk kerja sama.
Ia mendorong pemutusan total hubungan, pemboikotan menyeluruh, serta penerapan sanksi berat.
Ke depan, menurut Barghouti, serangan ke Doha harus menjadi bahan refleksi bagi dunia Arab dan Islam: bagaimana melindungi keamanan nasional mereka sendiri, bukan sekadar membela Palestina.
Barghouti juga menyebut Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu—yang kini diburu Mahkamah Pidana Internasional—telah kehilangan kendali.
“Ia bertindak seperti kepala geng yang gila dan lepas kendali. Ia menyerang Palestina, Lebanon, Suriah, Yaman, Iran, dan kini Qatar,” katanya.
Kegagalan Israel mencapai tujuan dalam serangan di Doha, lanjut Barghouti, akan berdampak pada dinamika politik dalam negeri Israel.
“Itu akan berbalik menjadi krisis internal bagi Netanyahu dan pemerintahannya,” ujarnya.