Thursday, September 18, 2025
HomeBeritaArab Saudi dan Pakistan teken pakta pertahanan

Arab Saudi dan Pakistan teken pakta pertahanan

Arab Saudi menandatangani pakta pertahanan bersama dengan Pakistan yang memiliki senjata nuklir, di tengah meningkatnya kekhawatiran negara-negara Teluk atas kesediaan Amerika Serikat menahan agresivitas Israel.

Pemerintah Pakistan menyatakan, perjanjian itu mencerminkan komitmen kedua negara untuk memperkuat keamanan sekaligus menjaga perdamaian kawasan.

Disebutkan pula, bahwa setiap serangan terhadap salah satu pihak akan dipandang sebagai serangan terhadap keduanya.

Ketika ditanya Reuters apakah perjanjian ini menempatkan Arab Saudi di bawah “payung nuklir” Pakistan, seorang pejabat senior Saudi menegaskan bahwa hal itu adalah perjanjian pertahanan komprehensif yang mencakup semua instrumen militer.

Hubungan militer Saudi–Pakistan sesungguhnya sudah terjalin erat selama beberapa dekade.

Namun, penandatanganan kali ini muncul pada momentum krusial, hanya sepekan setelah Israel melancarkan serangan ke Qatar.

Media Middle East Eye mengungkap, serangan itu sebelumnya mendapat lampu hijau dari pemerintahan Presiden Donald Trump, temuan yang kemudian dikonfirmasi Axios.

Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab sama-sama mitra strategis AS yang menampung pangkalan militer Negeri Abang Sam.

Qatar bahkan menjadi lokasi Pangkalan Udara al-Udeid, markas AS terbesar di kawasan.

Selama ini, negara-negara Teluk mengandalkan Washington sebagai penjamin keamanan.

Namun, toleransi AS terhadap operasi militer Israel di Suriah, Lebanon, hingga Iran kian menimbulkan kegelisahan.

Serangan Israel ke Qatar—negara yang berstatus sekutu utama non-NATO sekaligus mediator dalam konflik Hamas–Israel—menjadi kejutan besar.

“Ini bisa berdampak serius pada cara negara-negara kawasan memandang jaminan keamanan AS,” kata Ted Singer, mantan Kepala Operasi Timur Tengah CIA, kepada MEE.

Pakta pertahanan itu ditandatangani Putra Mahkota Mohammed bin Salman bersama Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif di Riyadh.

Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan, Marsekal Asim Munir, turut hadir. Militer Pakistan diketahui memegang pengaruh besar dalam politik negeri itu.

Kesepakatan ini diperkirakan membawa implikasi luas. Pakistan, yang memiliki kedekatan erat dengan Tiongkok, belakangan juga membuka pintu ke Gedung Putih.

Kunjungan Munir ke Washington awal tahun ini menandakan Islamabad mencoba menjaga keseimbangan.

Bagi Pakistan, serangan udara Israel ke fasilitas nuklir Iran serta dominasi udara Israel di kawasan dianggap sebagai preseden yang mengkhawatirkan.

Negeri itu, satu-satunya negara Muslim dengan senjata nuklir, sejak lama menyatakan arsenalnya bersifat defensif.

Namun, Islamabad tidak menganut doktrin “no-first-use”, sehingga opsi serangan pendahuluan tetap terbuka.

Di sisi lain, Israel diyakini memiliki persenjataan nuklir dalam jumlah besar.

Langkah Saudi menggandeng Pakistan juga terjadi setelah Riyadh menolak tawaran AS.

Washington sebelumnya ingin mengaitkan pakta pertahanan dan penjualan teknologi nuklir sipil dengan normalisasi hubungan Saudi–Israel.

Riyadh menolak keras, apalagi setelah perang Gaza yang disebut Putra Mahkota sebagai “genosida”.

Meski begitu, hubungan Saudi–AS tetap terjaga. Mohammed bin Salman dikenal memiliki komunikasi erat dengan Trump.

Mei lalu, Trump bahkan mengakui keputusan mencabut sanksi terhadap Suriah tak lepas dari bujukan sang Putra Mahkota.

Riyadh juga berhasil melobi Washington agar menghentikan serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman.

Saat kunjungan Trump ke Riyadh, kerajaan berjanji mengucurkan investasi lebih dari 600 miliar dollar AS di Amerika Serikat (AS).

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular