Publik Israel diguncang oleh sebuah pesan simbolik dari sayap militer Hamas, Brigade Izzuddin al-Qassam.
Pada Sabtu lalu, kelompok itu merilis kolase foto 47 tawanan Israel dengan keterangan nama yang sama di bawah tiap wajah: Ron Arad.
Langkah tersebut diumumkan bersamaan dengan dimulainya operasi militer besar di Jalur Gaza.
Qassam menegaskan, aksi itu merupakan respons atas sikap keras kepala Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan kepatuhan Kepala Staf Militer Eyal Zamir.
Namun, mengapa nama Ron Arad yang dipilih?
Ron Arad adalah seorang pilot Angkatan Udara Israel yang lahir pada 1958. Ia ditawan di Lebanon pada 1986, ketika pesawatnya jatuh dalam misi menyerang kelompok pejuang di sana.
Arad sempat jatuh ke tangan kelompok Amal, lalu berpindah ke Hizbullah, sebelum akhirnya lenyap tanpa jejak.
Berbagai investigasi yang dilakukan Israel menyimpulkan bahwa Arad telah meninggal dunia. Namun, hingga kini tanggal pasti kematiannya masih misterius.
Bagi banyak warganet, penggunaan nama Arad oleh Hamas sarat makna. Mereka menilai, Qassam tengah menyampaikan pesan bahwa nasib sang pilot yang hilang itu bisa berulang 47 kali, seiring keputusan Netanyahu untuk menginvasi Gaza.
“Israel tidak akan pernah mengetahui nasib para tawanannya. Mereka tidak akan kembali, baik hidup maupun mati, jika pendudukan atas Gaza terus berlangsung,” tulis seorang pengguna media sosial.
Pengamat menilai strategi ini sebagai bagian dari perang psikologis Hamas. Dengan menempelkan nama Arad, Hamas dianggap menyingkap kelemahan kepemimpinan Israel yang rela mengorbankan para tawanan demi tujuan politik.
Isu tawanan selalu menjadi salah satu kartu paling sensitif dalam konflik Israel–Palestina.
Hamas berkali-kali memanfaatkan persoalan ini sebagai alat tawar-menawar dalam perundingan gencatan senjata atau pertukaran tahanan.
Tak sedikit yang melihat ancaman terbaru Hamas sebagai eskalasi tambahan.
“Gaza bisa berubah menjadi kuburan bagi tentara Israel,” tulis seorang warganet lainnya.
Di sisi lain, tekanan publik di Israel makin kuat. Harian Yedioth Ahronoth melaporkan ribuan orang turun ke jalan pada Sabtu lalu, mendesak pemerintah segera menyepakati pertukaran tawanan dan menghentikan perang.
Keluarga tawanan bahkan merilis pernyataan bersama dengan slogan: “Selamatkan para sandera, selamatkan para prajurit, selamatkan Israel.” Aksi serupa juga berlangsung di sejumlah kota, termasuk Haifa.