Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyampaikan proposal rencana damai baru yang terdiri dari 21 poin kepada sejumlah pemimpin negara Muslim pada pertemuan tertutup di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Selasa (23/9/2025) waktu setempat.
Rencana tersebut mencakup penghentian permanen perang di Gaza, pembentukan pasukan internasional di wilayah tersebut, dan jaminan tidak adanya pengusiran paksa terhadap warga Palestina.
Mengutip laporan Financial Times (FT), rencana ini merupakan pengembangan dari usulan gencatan senjata yang sebelumnya diajukan oleh utusan AS, Steve Witkoff. Salah satu poin utama dalam proposal ini adalah pembebasan seluruh sandera secara serentak serta penarikan bertahap pasukan Israel ke posisi mereka selama gencatan senjata Januari–Maret 2025.
Setelah pasukan internasional atau “stabilisation force” dikerahkan, Israel diharapkan mundur sepenuhnya dari Jalur Gaza.
Selain itu, rencana ini juga mengusulkan pembentukan badan pengawas internasional yang akan mendampingi komite Palestina dalam mengelola pemerintahan sementara di Gaza, tanpa melibatkan Hamas.
Menurut FT, belum dijelaskan secara rinci siapa saja yang akan menjadi bagian dari komite Palestina tersebut.
Namun, disebutkan bahwa Otoritas Palestina—yang saat ini memerintah sebagian kecil wilayah Tepi Barat dengan dukungan Barat—akan memiliki peran, meskipun negara-negara Arab dan Muslim menginginkan peran tersebut diperluas.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka menolak keterlibatan Otoritas Palestina dalam pemerintahan pascaperang di Gaza. Israel juga secara konsisten menyatakan tidak memiliki rencana mengakhiri operasi militer di wilayah tersebut, serta tidak menutup kemungkinan akan melakukan pemindahan paksa terhadap warga Gaza.
Hamas diketahui telah menerima beberapa proposal gencatan senjata sebelumnya, namun seluruhnya ditolak oleh pemerintahan Netanyahu.
Rencana yang diajukan Trump kali ini secara eksplisit menolak pemindahan paksa warga Palestina—hal yang bertentangan dengan “rencana Gaza Riviera” yang sempat diusulkan Trump dalam masa jabatan sebelumnya. Rencana tersebut telah ditolak luas oleh negara-negara Arab dan bahkan dijauhi oleh pemerintahan AS saat ini.
Pertemuan tertutup pada Selasa lalu dihadiri oleh Trump dan para pemimpin dari Turki, Qatar, Arab Saudi, Mesir, Pakistan, Yordania, Indonesia, dan Uni Emirat Arab. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjadi satu-satunya pemimpin yang memberikan komentar publik atas pertemuan tersebut, menyebut diskusi berlangsung “produktif”.
Potensi Terobosan
Usulan gencatan senjata di Gaza selama ini menghadapi jalan buntu. Bahkan awal bulan ini, Israel dilaporkan melakukan serangan udara terhadap utusan Hamas di Qatar saat mereka dijadwalkan membahas usulan gencatan senjata baru.
Dalam pidato di Konferensi Tahunan Concordia di sela-sela Sidang Umum PBB, Witkoff menyampaikan keyakinannya bahwa terobosan mungkin akan diumumkan dalam beberapa hari mendatang. Ia menambahkan bahwa rencana tersebut telah mengakomodasi semua pihak, termasuk Israel, meskipun hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Israel.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dalam pidatonya secara daring pada Kamis (25/9/2025), menyatakan kesiapan untuk masuk ke Gaza dan melaksanakan rencana damai Trump.
Berdasarkan data terakhir, diyakini masih terdapat 48 sandera di Gaza, dengan sedikitnya 20 orang di antaranya masih hidup. Seluruh sandera tersebut harus dibebaskan bersamaan agar rencana ini dapat dijalankan.
Netanyahu dijadwalkan menyampaikan pidato di Sidang Umum PBB pada Jumat.
Penolakan Aneksasi
Menurut laporan media Politico, Trump juga menyampaikan kepada para pemimpin Muslim bahwa dirinya menolak rencana aneksasi wilayah pendudukan Tepi Barat oleh Israel. Enam sumber yang mengetahui isi pertemuan tersebut menyatakan bahwa Trump secara tegas menolak langkah tersebut.
Penolakan ini menjadi sorotan, mengingat sebagian wilayah Tepi Barat saat ini sudah berada dalam kendali de facto Israel, dan banyak pejabat AS sebelumnya dianggap mendiamkan atau bahkan menyetujui kondisi tersebut.
Laporan Politico juga menyebut bahwa Trump mengajukan dokumen kebijakan (white paper) yang mencakup rencana pascaperang dan pengelolaan keamanan di Gaza, disertai dengan komitmen menolak aneksasi.
Namun, seorang pejabat AS dan seorang pejabat Barat yang mengetahui diskusi internal menyatakan bahwa Israel tetap bisa saja secara resmi mencaplok Lembah Yordan—wilayah strategis di perbatasan Yordania—sebagai respons terhadap meningkatnya dukungan negara-negara anggota PBB terhadap kemerdekaan Palestina.
Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, diketahui sebagai pendukung kuat aneksasi wilayah Tepi Barat sejak sebelum menjabat. Dalam pernyataannya pada 2017, ia bahkan menolak penggunaan istilah “Tepi Barat”, dan lebih memilih menyebutnya sebagai “Yudea dan Samaria”.