Ketegangan kembali meningkat di kompleks Masjid Al-Aqsha setelah puluhan pemukim Yahudi kembali menyerbu kawasan suci tersebut melalui Gerbang Al-Magharibah pada Rabu pagi.
Di bawah perlindungan ketat polisi Israel, mereka melakukan ritual Talmud di area timur masjid, dekat Mushalla Bab al-Rahmah.
Sumber di lapangan melaporkan bahwa serbuan itu terjadi dalam pengawasan ketat aparat keamanan Israel.
Sementara ribuan warga Palestina dari Tepi Barat dan Yerusalem Timur masih dilarang memasuki kompleks Al-Aqsha akibat pembatasan keamanan yang diberlakukan otoritas pendudukan.
Dewan Wakaf Islam di Yerusalem mengonfirmasi bahwa puluhan pemukim Israel telah memasuki kompleks Al-Aqsha selama jam kunjungan pagi.
Selain itu juga memperingatkan bahwa situasi di lokasi suci umat Islam itu terus memburuk akibat tindakan provokatif yang berulang.
Dalam pernyataannya, Pemerintah Provinsi Yerusalem memperingatkan adanya kemungkinan runtuhnya sebagian struktur Masjid Al-Aqsha, menyusul aktivitas penggalian intensif yang dilakukan Israel di sekitar kawasan masjid dan di bawah Kota Tua.
Pemerintah Palestina menyebut penggalian itu berpotensi melemahkan fondasi situs bersejarah berusia lebih dari seribu tahun tersebut.
Sementara itu, kekerasan di Tepi Barat terus meningkat sejak perang genosida di Jalur Gaza pecah dua tahun lalu.
Menurut data resmi Palestina, sedikitnya 1.057 warga Palestina telah gugur dan lebih dari 10.000 orang terluka, sementara lebih dari 20.000 orang ditangkap oleh pasukan Israel, termasuk 1.600 anak-anak.
Serangan besar-besaran yang dilancarkan Israel sejak 8 Oktober 2023, dengan dukungan penuh Amerika Serikat (AS), telah menewaskan lebih dari 68.000 warga Palestina di Gaza dan melukai lebih dari 170.000 lainnya.
Sekitar 90 persen infrastruktur sipil di wilayah itu hancur, mencakup rumah, sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah.
Para pengamat menilai bahwa peringatan terbaru mengenai ancaman runtuhnya Masjid Al-Aqsha menambah kekhawatiran akan upaya sistematis Israel mengubah status quo di tempat suci tersebut.
Sebuah langkah yang dapat memicu gelombang ketegangan baru di seluruh wilayah Palestina.