Perdana Menteri Lebanon Nawaf Salam menyatakan pada Kamis bahwa Israel menolak terlibat dalam perundingan untuk mengakhiri pendudukannya di wilayah Lebanon.
Dalam wawancara dengan Bloomberg, Salam mengatakan Presiden Joseph Aoun telah menawarkan dimulainya negosiasi dengan Israel untuk membahas penarikan pasukan dari lima pos perbatasan yang masih diduduki.
“Saya mengulang kembali tawaran untuk bernegosiasi dengan Israel,” ujar Salam, seraya menambahkan bahwa belum ada tanggapan dari pihak Israel.
“Itu membingungkan bagi saya. Mereka meminta perundingan, tetapi ketika kami menunjukkan kesiapan, mereka tidak menyepakati pertemuan,” katanya. “Hal ini akan saya sampaikan kepada pihak Amerika.”
Terkait rencana pemerintah untuk menempatkan seluruh senjata di bawah kendali negara dan melakukan demiliterisasi wilayah selatan, Salam menegaskan prosesnya berjalan “sesuai jalur” dan bahwa angkatan bersenjata Lebanon terus memperluas kehadirannya di dekat perbatasan selatan dengan Israel.
“Kenapa kami tidak bisa bergerak lebih cepat? Pertama: kami perlu merekrut lebih banyak anggota, meningkatkan peralatan, dan menaikkan gaji personel militer,” ujarnya.
Pada 5 Agustus, pemerintah Lebanon menyetujui rencana—berdasarkan draf yang diajukan Utusan Khusus AS Tom Barrack—untuk menempatkan seluruh senjata, termasuk milik Hizbullah, di bawah kontrol negara dan menugaskan tentara melaksanakan rencana itu sebelum akhir 2025.
Salam menambahkan bahwa tentara Lebanon telah memperketat pengawasan terhadap rute penyelundupan, terutama di sepanjang perbatasan dengan Suriah.
Ia juga mengungkapkan bahwa persiapan tengah dilakukan untuk konferensi donor bersama Prancis dan Arab Saudi guna mendukung rekonstruksi Lebanon.
Bank Dunia memperkirakan perang Israel di Lebanon telah menimbulkan kerugian mendekati 14 miliar dolar AS.
Pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) pada Kamis melaporkan lebih dari 7.500 pelanggaran udara dan hampir 2.500 pelanggaran darat oleh militer Israel di utara Garis Biru, batas yang dipetakan PBB untuk memisahkan Lebanon dan Israel.
Lebih dari 360 senjata yang ditinggalkan pasukan Israel telah diserahkan kepada tentara Lebanon, dan seluruh pelanggaran dilaporkan ke Dewan Keamanan PBB.
Sejak serangan Israel dimulai pada Oktober 2023 dan berkembang menjadi ofensif penuh pada September 2024, lebih dari 4.000 orang tewas dan hampir 17.000 terluka di Lebanon.
Di bawah gencatan senjata yang diumumkan November 2024, pasukan Israel seharusnya menarik diri dari Lebanon selatan pada Januari tahun ini. Namun Israel hanya melakukan penarikan sebagian dan masih mempertahankan keberadaan militer di lima pos perbatasan.


