Sebuah artikel di harian Israel Maariv menilai bahwa Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump merupakan aktor utama dalam pembahasan kemungkinan pemberian grasi bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Netanyahu saat ini menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Menurut tulisan kolumnis Matii Tuchfeld, peran Presiden Israel Isaac Herzog sebenarnya bukan yang menentukan.
Tuchfeld menilai isu grasi bagi Netanyahu bukan sekadar urusan hukum domestik, tetapi bagian dari visi politik global Trump dan manuver besar yang sedang ia siapkan di panggung internasional.
Sejumlah pihak di lingkungan Netanyahu, menurut Tuchfeld, memahami bahwa perundingan sesungguhnya tidak akan berlangsung antara tim kuasa hukum Netanyahu dan presiden Israel.
Pembicaraan krusial justru akan bergerak melalui kanal Amerika Serikat, terutama di kalangan yang berpandangan bahwa pengunduran diri Netanyahu bukan opsi yang akan dipertimbangkan.
Dalam tulisan editorialnya, The Jerusalem Post menyerukan agar Israel segera menemukan mekanisme untuk melangkah maju setelah bertahun-tahun menghadapi proses persidangan kasus korupsi Netanyahu.
Persidangan itu, yang berlarut akibat prosedur birokrasi dan kompleksitas hukum, kini membelah opini publik.
Sebagian warga telah kehabisan kesabaran, sementara lainnya tetap bersikeras agar proses hukum dilanjutkan hingga putusan akhir.
Dalam isu yang lebih luas mengenai dinamika kawasan, kolumnis Nesrine Malik menulis di The Guardian bahwa apa yang ia sebut sebagai “imperialisme Israel” kini tengah berkembang di berbagai wilayah Timur Tengah.
Menurutnya, situasi tidak hanya berkutat pada Gaza, tetapi juga mencakup eskalasi kekerasan di Tepi Barat, serta serangan Israel yang terus terjadi di Suriah dan Lebanon.
Malik menyoroti bahwa berbagai gencatan senjata terus dilanggar. Serangan udara, bombardemen, dan operasi darat Israel masih berlangsung, yang pada akhirnya mendorong peningkatan jumlah korban jiwa.
Dalam pandangannya, mustahil membayangkan terwujudnya perdamaian yang stabil di Palestina ataupun di Timur Tengah secara lebih luas selama tindakan-tindakan yang ia sebut sebagai ilegal itu terus dijalankan.
Industri senjata catat rekor penjualan
Pada dimensi ekonomi-militer, Politico mengutip laporan terbaru dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) yang menunjukkan bahwa pendapatan 100 perusahaan industri persenjataan terbesar di dunia meningkat hampir 6 persen pada tahun lalu.
Angka tersebut mencapai rekor baru, yaitu 679 miliar dolar AS pada tahun 2024.
Menurut laporan itu, lonjakan pendapatan dipicu oleh meningkatnya permintaan global yang dipengaruhi perang di Ukraina, agresi di Gaza, serta meningkatnya belanja militer di banyak negara.
Sementara itu, analis Andreas Umland dalam tulisannya untuk The National Interest berpendapat bahwa jaminan keamanan dari negara-negara Barat terhadap Ukraina tidak dapat menjadi pengganti keberadaan militer nasional yang kuat.
Baginya, kekuatan militer Ukraina tetap merupakan unsur utama dalam menahan tekanan Rusia.
Ia menekankan urgensi penggunaan instrumen-instrumen yang dapat diterapkan secara nyata dan cepat setelah tercapainya penghentian tembak-menembak.
Dalam perkembangan terkait isu migrasi, situs The Hill melaporkan pengakuan Menteri Keamanan Dalam Negeri AS yang menyetujui deportasi sejumlah tahanan asal Venezuela ke El Salvador, kendati ada putusan pengadilan yang memerintahkan penangguhan deportasi.
Para tahanan tersebut kemudian dibebaskan dan akhirnya dipulangkan ke Venezuela dalam sebuah operasi pertukaran tahanan berskala besar.


