Pakar militer dan strategi, Brigadir Jenderal Elias Hanna, menilai bahwa Israel masih mengalami kebuntuan taktis dan intelijen yang menghalanginya membangun peta lengkap jaringan terowongan bawah tanah di Jalur Gaza.
Bahkan di wilayah yang diklaim telah dikuasai, menurut Hanna, tentara Israel tetap “buta informasi” meski perang telah berlangsung lebih dari dua tahun.
Sementara itu, sekitar 200 pejuang Palestina di Rafah terus bertahan hingga kini, meskipun mereka telah terisolasi total dan seluruh jalur suplai logistik terputus sejak masa gencatan senjata diberlakukan.
Wilayah timur dan tenggara dari garis kuning di Rafah masih menjadi kantong perlawanan yang signifikan.
Israel memperkirakan jumlah pejuang yang bertahan mencapai sekitar 200 orang—angka yang dinilai Hanna “sangat besar” untuk area yang diklaim telah diamankan pasukan pendudukan.
Dalam sesi analisis militer, Hanna menjelaskan bahwa kelompok pejuang ini kini benar-benar terputus dari wilayah barat Gaza.
“Seandainya ada jaringan terowongan yang masih berfungsi yang memungkinkan mereka bergerak kembali ke sisi barat, mereka pasti sudah mundur,” ujarnya.
Israel menuntut para pejuang itu keluar dari terowongan, menyerahkan senjata, dan menyerah sebagai tawanan perang.
Namun, kelompok perlawanan menolak sepenuhnya tuntutan tersebut.
Menurut Hanna, yang membuat kelompok ini menonjol adalah tekad bertahan dan kemauan untuk terus berjuang, meskipun mereka tidak lagi menerima dukungan logistik.
Israel mengklaim telah menewaskan sekitar 40 orang dari kelompok itu—angka yang oleh Hanna dianggap sebagai indikasi bahwa keberadaan mereka masih kuat dan aktif.
Ketahanan pejuang dan kegagalan intelijen
Hanna menilai kondisi ini berpotensi menimbulkan masalah keamanan jangka panjang bagi Israel.
Para pejuang yang bertahan di jaringan terowongan, ujarnya, telah berada di sana dalam waktu lama namun masih mampu bermanuver, keluar untuk melakukan kontak senjata, dan terus mencoba kembali ke wilayah barat garis kuning.
Di sisi lain, ia menyoroti kegagalan intelijen Israel. Menurutnya, apabila tidak ada gencatan senjata dan Israel menyadari keberadaan 200 pejuang aktif di belakang garis pasukannya, operasi militer akan berlanjut jauh lebih lama.
Namun Israel keliru menganggap area tersebut sepenuhnya steril tanpa mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi di bawah permukaan tanah.
Hanna juga menyinggung pernyataan sebelumnya dari Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz, yang menyatakan bahwa seluruh terowongan di timur garis kuning telah dihancurkan.
“Fakta di lapangan justru membuktikan tingkat kebutaan taktis dan intelijen yang sangat serius,” tegasnya.
Ia menambahkan, hingga kini Israel belum mampu memetakan jaringan terowongan Gaza secara menyeluruh, bahkan setelah dua tahun perang.
“Mereka tidak mengetahui apa yang ada di wilayah yang mereka klaim kuasai,” ujarnya.
Hanna menyebut kondisi ini sebagai bukti nyata dari “kegagalan intelijen berskala besar”.


