Friday, December 12, 2025
HomeBeritaAS incar pengaruh di ‘Dewan Gaza’, tekanan menuju fase kedua memuncak

AS incar pengaruh di ‘Dewan Gaza’, tekanan menuju fase kedua memuncak

Situs Axios melaporkan bahwa Washington mengusulkan mantan utusan PBB untuk Timur Tengah, Nikolay Mladenov, sebagai perwakilan di Gaza untuk Dewan Perdamaian.

Hal itu di tengah pembicaraan mengenai berbagai langkah “di belakang layar” untuk mendorong transisi menuju fase kedua dari perjanjian damai.

Menurut sumber tersebut, Mladenov nantinya akan bekerja bersama pemerintahan teknokrat Palestina.

Sejalan dengan itu, para pejabat Amerika Serikat (AS) dan Israel menyampaikan bahwa Presiden AS, Donald Trump, berencana menunjuk seorang jenderal Amerika untuk memimpin Pasukan Stabilitas di Gaza.

Seorang pejabat Gedung Putih menyebut nama Mayor Jenderal Jasper Jeffers, dari Komando Pusat AS, sebagai kandidat utama untuk memimpin kekuatan tersebut.

Para pejabat Israel mengatakan, seperti dikutip Axios, bahwa Duta Besar AS untuk PBB, Michael Waltz, sudah memberi tahu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pejabat lain.

Bahwa pemerintahan Trump akan memimpin langsung Pasukan Stabilitas di Gaza.

Sebelumnya, harian Daily Telegraph mengutip pejabat Gedung Putih yang menyatakan bahwa diskusi masih berlangsung terkait keputusan operasional mengenai Pasukan Stabilitas dan Dewan Perdamaian Gaza.

Namun belum ada keputusan final. Pejabat tersebut menegaskan bahwa AS tidak akan mengirim pasukan darat ke Gaza.

Menurut Telegraph, Mayor Jenderal Jeffers menjadi kandidat terkuat pilihan para utusan Presiden Trump—Jared Kushner dan Steven Witkoff—untuk memimpin pasukan multinasional tersebut.

Jeffers dikenal sebagai salah satu perwira paling cemerlang di tubuh militer AS, dan dalam beberapa pekan terakhir berperan penting dalam mengembangkan model pelatihan. Pelatihan itu bertujuan untuk menjembatani kesenjangan koordinasi antara militer Israel dan Palestina.

Namun sejumlah pejabat Eropa menyampaikan kegelisahan mereka kepada Telegraph mengenai prioritas yang diberikan oleh Kushner dan timnya terhadap pengembangan zona hijau di Gaza, alih-alih memulai proses rekonstruksi yang sangat dibutuhkan warga sipil.

Mereka juga mengkhawatirkan proyek yang dinilai berpotensi mendorong warga memasuki zona yang berada di bawah kontrol Israel.

Fase kedua perjanjian Gaza

Presiden Trump mengatakan pemerintahannya terus mengupayakan terobosan di Gaza, seraya mengklaim bahwa Timur Tengah tengah menyaksikan “perdamaian sejati” yang mendapat dukungan 59 negara.

Ia menambahkan bahwa sejumlah negara bersedia turun tangan menangani isu Hamas dan Hizbullah, meski untuk saat ini ia belum melihat urgensinya.

Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menegaskan bahwa banyak pekerjaan tengah dilakukan secara intensif untuk mendorong peralihan menuju fase kedua perjanjian damai.

Ia menambahkan bahwa Dewan Perdamaian Gaza dan pemerintahan teknokrat akan diumumkan pada waktu yang dianggap tepat, dengan komitmen utama Washington: memastikan tercapainya perdamaian berkelanjutan di Gaza.

Namun di tengah tekanan AS, Israel tetap bersikeras tidak akan bergerak ke fase kedua sebelum berhasil menemukan jenazah serdadu Ran Gvili.

Pejabat Israel menyebut bahwa mereka telah menyerahkan citra udara dan data intelijen kepada para mediator untuk melacak keberadaan jasad tersebut.

“Kami tidak akan berkompromi hingga Ran dapat dimakamkan di Israel,” ujar seorang pejabat.

Washington menargetkan Pasukan Stabilitas internasional dapat mulai dikerahkan pada awal 2026, dimulai dari Rafah.

Sumber-sumber AS mengatakan Indonesia dan Azerbaijan telah menyatakan kesediaan mengirim pasukan, sementara beberapa negara lain memilih memberi dukungan berupa pelatihan, pendanaan, atau peralatan.

Namun dalam percakapan internal, Netanyahu dikabarkan meragukan kemampuan pasukan tersebut untuk membongkar kemampuan militer Hamas tanpa bantuan tambahan, dan menilai militer Israel tetap “harus memainkan peran tertentu”.

Pejabat Israel mengatakan kepada Yedioth Ahronoth bahwa Washington tampak lebih fokus pada agenda rekonstruksi Gaza dibandingkan upaya melucuti senjata Hamas.

Sebuah pendekatan yang menimbulkan kekhawatiran bagi pihak Israel.

Pengerjaan pengangkutan reruntuhan Gaza

Komando Pusat AS mengumumkan perluasan tim kerja internasional di Pusat Koordinasi Gaza menjadi mencakup perwakilan dari 60 negara dan organisasi mitra.

Komando tersebut menyebut bahwa pusat koordinasi telah menyusun peta untuk memahami skala kerusakan dan distribusi reruntuhan di seluruh Gaza.

Perkiraan terbaru menunjukkan terdapat sekitar 60 juta ton puing tersebar di wilayah tersebut.

Di sisi lain, Yedioth Ahronoth memberitakan bahwa Israel menghadapi tekanan meningkat dari AS terkait pembiayaan pembersihan puing-puing perang.

Beban besar yang menjadi prasyarat utama memulai rekonstruksi dalam fase kedua perjanjian gencatan senjata.

Media Israel dan AS mengungkapkan bahwa Washington mensyaratkan pembersihan reruntuhan sebagai langkah awal sebelum rekonstruksi, dengan Rafah dijadikan lokasi percontohan.

Sumber-sumber Yedioth Ahronoth menyebut Israel telah menyetujui prinsip untuk menanggung biaya yang diperkirakan mencapai ratusan juta dolar, dan akan menggandeng perusahaan-perusahaan khusus untuk melaksanakan proyek tersebut.

Hingga kini belum ada komentar resmi dari kantor Perdana Menteri Israel mengenai komitmen itu.

The Wall Street Journal melaporkan bahwa Gaza kini tertutup sekitar 68 juta ton puing, sementara Program Pembangunan PBB (UNDP) memperkirakan jumlah tersebut setara dengan berat 186 menara “Empire State Building”.

Pembersihan puing menjadi syarat mendasar sebelum proses rekonstruksi dapat dimulai, sebagaimana ditetapkan dalam fase kedua perjanjian gencatan senjata.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler