Hamas pada Kamis menolak laporan terbaru Amnesty International yang menuduhnya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Hamas menilai laporan tersebut sarat dengan miskonsepsi, mengandung kontradiksi, serta bergantung pada narasi yang dibangun Israel.
Dalam pernyataannya, Hamas menegaskan bahwa pengulangan tuduhan “palsu” yang kerap disuarakan pemerintah Israel menunjukkan bahwa laporan itu bertujuan menghasut dan mendiskreditkan perlawanan melalui kebohongan yang mengadopsi sudut pandang Israel.
Tuduhan itu mulai dari klaim pemerkosaan, kekerasan seksual, hingga perlakuan buruk terhadap para tawanan.
Hamas menambahkan, berbagai investigasi dan laporan internasional telah membantah tuduhan tersebut.
Hamas menilai laporan Amnesty “bermotif tendensius dan mencurigakan” karena memuat sejumlah kesalahan.
Selain itu juga bertentangan dengan fakta yang sebelumnya sudah didokumentasikan berbagai lembaga hak asasi manusia, termasuk organisasi berbasis di Israel.
Gerakan itu meminta Amnesty International menarik laporan yang dinilai “keliru dan tidak profesional”.
Selain itu juga menghindari keterlibatan dalam upaya membalikkan fakta atau turut menjadi alat dalam kampanye untuk “menyudutkan rakyat Palestina dan perlawanan yang sah”.
Hamas juga memperingatkan agar lembaga tersebut tidak membantu menutupi kejahatan Israel yang kini tengah diperiksa Mahkamah Internasional dan Mahkamah Kriminal Internasional dalam konteks dugaan genosida.
Gerakan itu mencontohkan sejumlah temuan lapangan, seperti klaim bahwa ratusan rumah dan fasilitas publik dihancurkan oleh Hamas, padahal berbagai bukti menunjukkan kehancuran itu diakibatkan serangan tank dan pesawat Israel.
Begitu pula dengan tuduhan pembunuhan warga sipil, yang menurut sejumlah laporan tewas akibat tembakan pasukan Israel sendiri dalam kerangka penggunaan Protokol Hannibal.
Hamas juga mengingatkan bahwa sejak hari-hari pertama pecahnya perang di Gaza, Israel telah melarang masuknya organisasi internasional dan lembaga-lembaga PBB ke wilayah tersebut.
Tim penyelidikan independen pun tak diberi akses untuk melihat langsung kondisi lapangan dan mengumpulkan bukti.
“Blokade terhadap saksi dan bukti ini membuat setiap laporan yang disusun tanpa kehadiran langsung di medan peristiwa menjadi tidak lengkap dan timpang,” tegas Hamas.
Kondisi itu, menurut mereka, membuat mustahil tercapainya investigasi profesional dan transparan yang dapat mengungkap pihak yang sebenarnya bertanggung jawab atas apa yang terjadi di lapangan.
Laporan Amnesty International
Dalam laporan yang diterbitkan Kamis, Amnesty International menuduh Hamas dan kelompok-kelompok perlawanan lain melakukan pelanggaran hukum humaniter internasional, kejahatan perang, serta kejahatan terhadap kemanusiaan dalam serangan 7 Oktober 2023 di wilayah sekitar Gaza.
Pada Desember 2024, Amnesty sendiri telah menyimpulkan bahwa Israel melakukan tindakan yang termasuk kategori genosida dalam perang melawan Hamas di Gaza.
Organisasi itu juga memperingatkan pada akhir November lalu bahwa Israel “masih terus melakukan genosida” terhadap warga Palestina di Gaza.
Meskipun, kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat telah berlaku sejak awal Oktober.
Kementerian Luar Negeri Israel menolak temuan tersebut dan menyebutnya “sepenuhnya palsu”, “direkayasa”, serta “berbasis kebohongan”.
Sesuai ketentuan gencatan senjata, Hamas dan sekutunya berkewajiban membebaskan 47 sandera—baik hidup maupun meninggal—yang ditawan sejak serangan 7 Oktober.
Hamas menyatakan bahwa semua sandera telah dibebaskan kecuali jenazah seorang perwira polisi Israel.
Sementara itu, agresi militer Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 70.369 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil.
Data ini dirilis Kementerian Kesehatan Gaza dan dinilai dapat dipercaya oleh PBB.


