Sebuah pesta pernikahan di Kota Gaza berubah menjadi tragedi berdarah setelah tembakan artileri Israel menghantam sebuah sekolah pengungsian di bagian timur kota.
Sekolah tersebut menjadi tempat berlindung warga sipil yang mengungsi dan saat itu tengah menggelar perayaan pernikahan 2 penghuni sekolah.
Serangan itu menewaskan dan melukai sejumlah warga Palestina, sekaligus menandai pelanggaran baru terhadap kesepakatan gencatan senjata.
Pemboman terjadi ketika ratusan pengungsi masih berada di dalam area sekolah. Suasana sukacita yang semula menyelimuti acara pernikahan seketika berubah menjadi kepanikan dan duka.
Akses tim ambulans menuju lokasi sangat terbatas akibat intensitas tembakan yang masih berlangsung.
Rekaman video yang beredar di media sosial memperlihatkan potongan tubuh anak-anak dan korban lain berserakan di lokasi kejadian.
Sementara suara warga terdengar meluapkan kemarahan dan keterkejutan atas tragedi tersebut.
“Kesepakatan gencatan senjata”
Usai peristiwa itu, reaksi publik di berbagai platform digital pun menguat. Program Hashtag Al Jazeera, dalam episode Jumat (19/12/2025), mencatat gelombang kecaman warganet terhadap berlanjutnya pelanggaran Israel atas kesepakatan penghentian tembakan.
“Tak seorang pun akan bergerak menanggapi darah yang tertumpah di Gaza setelah gencatan senjata, sebagaimana tak seorang pun bergerak sebelum kesepakatan itu ada,” tulis seorang pengguna media sosial dengan nama Abu Fares.
Komentar serupa disampaikan Tamer, yang menyebutkan bahwa serangan tersebut menewaskan tujuh warga Palestina.
“Tujuh syuhada gugur dalam serangan Israel terhadap sekolah pengungsian di timur Kota Gaza saat para pengungsi berkumpul merayakan pernikahan dua orang di antara mereka. Perayaan itu berubah menjadi lautan darah. Kemarin, di timur Khan Younis, tentara Israel menembak seorang perempuan ketika ia memeriksa rumahnya. Saat empat pemuda mencoba menolongnya, mereka pun ditembak mati. Jenazah mereka hingga kini masih tergeletak di jalan,” tulisnya.
Jurnalis Palestina, Mohammed Haniya, dalam laporan lapangan singkatnya menyatakan bahwa pasukan pendudukan baru saja membombardir pengungsi di pusat penampungan di timur Kota Gaza saat sebuah pesta pernikahan digelar.
“Ada korban tewas dan luka yang hingga kini sulit dijangkau. Kegembiraan di tengah puing-puing berubah menjadi pemakaman massal—itulah wajah Gaza malam ini,” tulisnya.
Dalam refleksi yang lebih luas, seorang warganet menyoroti makna kesepakatan gencatan senjata itu sendiri.
“Tak pernah ada gencatan senjata yang sesungguhnya. Seluruh perjanjian ini hanyalah upaya menyembunyikan api, bukan memadamkannya. Genosida Israel terhadap rakyat Palestina terus berlangsung tanpa henti. Kini mereka membombardir sisa-sisa kamp pengungsian di Gaza semata-mata untuk menebar terror,” ungkapnya.
Nada serupa diungkapkan seorang penulis perempuan dalam komentar yang menyentuh.
“Israel menyerang sebuah sekolah yang digunakan sebagai tempat perlindungan saat sebuah pesta pernikahan berlangsung. Bagi warga Palestina, selama lebih dari dua tahun terakhir, ingatan tak lagi terkait dengan kebahagiaan atau foto keluarga. Yang tersisa hanyalah puing-puing dan darah,” tulisnya.


