Thursday, October 17, 2024
HomeBeritaAktivis Yahudi: Israel akan runtuh seperti rezim apartheid lainnya

Aktivis Yahudi: Israel akan runtuh seperti rezim apartheid lainnya

Eitan Bronstein Aparicio, seorang aktivis asal Israel yang menentang Zionisme, yakin bahwa suatu hari nanti rezim apartheid Israel akan runtuh, dan ia akan kembali ke Israel saat Palestina merdeka.

Aparicio menekankan bahwa negara-negara lain sebaiknya mencontoh langkah pembatasan perdagangan yang dilakukan Turki terhadap Israel.

Aparicio lahir di Argentina pada tahun 1960-an dari keluarga Yahudi yang kemudian bermigrasi ke Israel saat ia berusia lima tahun. Setelah menyelesaikan wajib militernya di Angkatan Darat Israel, Aparicio menolak bertugas sebagai cadangan di Lebanon dan Tepi Barat.

Lima tahun lalu, setelah memutuskan untuk tidak lagi tinggal di bawah kendali rezim Zionis, ia pindah bersama keluarganya ke Brussels. Di sana, ia aktif dalam gerakan “Aliansi Yahudi Anti-Zionis di Belgia.”

Dalam sebuah demonstrasi yang digelar oleh staf Uni Eropa untuk memperingati satu tahun serangan Israel terhadap Jalur Gaza, Aparicio menyampaikan pidato di depan gedung Komisi Uni Eropa. Ia mengatakan bahwa negaranya telah berubah menjadi negara genosida.

“Saat saya menyadari bahwa inti masalah kekerasan ini adalah Zionisme, proyek negara Israel sebagai negara Yahudi, saya sadar tidak akan ada perdamaian dan keadilan bagi semua di Palestina-Israel jika Zionisme tidak diatasi. Sejak saat itu, saya banyak bekerja di Israel mengenai Nakba dan hak-hak pengungsi Palestina untuk kembali,” jelas Aparicio, penulis buku Nakba: The Struggle to Decolonise Israel, kepada Anadolu. “Saya melihat masa depan di mana Israel akan runtuh suatu hari nanti.”

Aparicio membandingkan Israel dengan rezim kolonial atau apartheid lainnya, seperti apartheid di Afrika Selatan yang runtuh karena tekanan internasional, boikot, dan sanksi. Menurutnya, sebagian besar warga Israel yang berpikiran kolonial tidak akan ingin hidup setara dengan orang Palestina setelah rezim apartheid runtuh.

“Saya benar-benar berharap ada orang yang bersedia hidup berdampingan dengan warga Palestina. Saya dan istri saya berjanji bahwa saat Palestina merdeka, kami akan kembali,” ujarnya.

Tekanan internasional

Aparicio menekankan bahwa kunci untuk mencapai akhir dari konflik ini adalah tekanan internasional. Ia menyarankan perlunya embargo senjata dan sanksi dari semua negara, termasuk badan-badan PBB dan Uni Eropa. Merujuk pada pembatasan ekspor Türkiye ke Israel, ia mengatakan, “Langkah yang diambil oleh (Presiden Türkiye) Erdogan sangat berharga — sepenuhnya memboikot dan menutup perdagangan dengan Israel. Ini adalah sanksi yang sangat kuat, dan saya tahu di Israel, bahkan orang-orang yang bekerja di bidang perdagangan merasakan dampaknya.”

Sikap Barat

Aparicio juga menyoroti tanggung jawab sejarah negara-negara Barat karena genosida Yahudi. Menurutnya, negara-negara Barat salah menafsirkan tanggung jawab ini dengan mendukung Israel secara membabi buta. “Sebagai pelajaran dari sejarah, kita seharusnya tidak pernah membiarkan rezim rasis seperti Nazi muncul lagi,” tegasnya.

Ia menambahkan, Uni Eropa sebagai mitra dagang terbesar Israel masih diam terhadap tindakan Israel, meskipun mereka memberlakukan sanksi berat terhadap Rusia setelah invasi ke Ukraina. “Ini adalah bagian dari rasisme. Di Israel, di Uni Eropa, nyawa warga Palestina dianggap jauh kurang penting dibanding nyawa warga Israel, Yahudi, dan Eropa kulit putih.”

Israel Melakukan Genosida

Terkait serangan Hamas pada 7 Oktober, Aparicio menyebut serangan itu sebagai kekalahan besar bagi Israel, yang kemudian memicu respons balas dendam besar-besaran terhadap warga Palestina. “Apa yang dilakukan Israel sekarang bukan tentang menghancurkan Hamas, melainkan balas dendam besar yang berubah menjadi pembantaian besar dan genosida,” katanya.

Aparicio juga mengkritik bagaimana pembantaian ini diklaim dilakukan demi kepentingan rakyat Yahudi di seluruh dunia, bukan hanya untuk Israel. “Ini mengerikan, dan kami sangat khawatir tentang hal ini,” ujarnya.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular