Jaringan Media Al Jazeera menyerukan kepada komunitas jurnalis global, organisasi kebebasan pers, dan lembaga hukum internasional untuk segera bertindak menghentikan kelaparan paksa serta kekerasan terhadap jurnalis dan pekerja media di Jalur Gaza. Seruan ini disampaikan dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Selasa (23/7/2025).
“Selama lebih dari 21 bulan, serangan udara Israel serta upaya sistematis untuk membuat hampir dua juta warga Gaza kelaparan telah membawa seluruh populasi ke ambang kehancuran,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Al Jazeera menegaskan bahwa para jurnalis di Gaza tidak hanya menjadi sasaran serangan, tetapi juga mengalami kelaparan dan upaya pembungkaman.
“Para jurnalis yang berada di lapangan, yang dengan keberanian telah melaporkan genosida yang sedang berlangsung ini, kini harus berjuang untuk bertahan hidup bersama keluarga mereka,” lanjut pernyataan itu.
Salah satu pesan yang paling menyentuh disampaikan oleh koresponden Al Jazeera di Gaza, Anas AlSharif, melalui media sosial pada 19 Juli. Ia menulis: “Saya belum berhenti meliput sedetik pun selama 21 bulan, dan hari ini saya katakan terus terang… Dengan rasa sakit yang tak tergambarkan. Saya tenggelam dalam rasa lapar, menggigil karena kelelahan, dan berjuang melawan pingsan yang terus menghantui saya… Gaza sekarat. Dan kami sekarat bersamanya.”
Kecam pembungkaman jurnalis
Direktur Jenderal Al Jazeera Media Network, Dr Mostefa Souag, mengecam keras situasi yang menimpa para jurnalis di Gaza. “Kita memiliki kewajiban moral untuk memperkuat suara para jurnalis pemberani di Gaza dan mengakhiri penderitaan luar biasa yang mereka alami akibat kelaparan paksa dan pembunuhan yang ditargetkan oleh pasukan pendudukan Israel,” tegasnya.
Jaringan tersebut juga mendesak organisasi internasional terkait untuk segera mengambil langkah nyata menghentikan kelaparan paksa yang tidak memandang siapa pun, termasuk jurnalis yang selama ini menjadi pembawa kebenaran.
Sejak dimulainya konflik pada 7 Oktober 2023, puluhan jurnalis dilaporkan tewas, terluka, atau kehilangan keluarga mereka akibat serangan. Organisasi hak asasi dan pemantau kebebasan pers terus memperingatkan bahwa Gaza telah menjadi salah satu wilayah paling mematikan di dunia bagi jurnalis.