Wednesday, March 12, 2025
HomeBeritaAl Jazeera: Perjanjian antara Pemerintah Suriah dan SDF bukan terjadi tiba-tiba

Al Jazeera: Perjanjian antara Pemerintah Suriah dan SDF bukan terjadi tiba-tiba

Direktur kantor Al Jazeera di Ankara, Abdul Azim Muhammad, mengatakan bahwa perjanjian yang ditandatangani antara pemerintah Suriah dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) bukanlah sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba.

Ia mengungkapkan bahwa kesepakatan ini mencakup sebagian besar poin yang sebelumnya menjadi sumber perselisihan antara kedua belah pihak.

Sebelumnya, pada hari Senin, Damaskus mengumumkan penandatanganan perjanjian yang menetapkan bahwa kekuatan Kurdi akan berada di bawah naungan tentara negara serta memberikan hak kewarganegaraan dan partisipasi politik bagi orang Kurdi.

Menurut pengungkapan Abdul Azim Muhammad, negosiasi berlangsung lebih dari dua bulan sebelum akhirnya mencapai kesepakatan ini.

Perjanjian tersebut datang pada momen sulit bagi negara baru yang tengah menghadapi pemberontakan berdarah di Latakia dalam beberapa hari terakhir.

Al-Shara tolak kehadiran perwira AS

Muhammad mengatakan bahwa seorang perwira Amerika Serikat (AS) tiba di Damaskus bersama Komandan Pasukan SDF, Mazloum Abdi, lebih dari 2 bulan yang lalu.

Namun, Presiden Suriah, Ahmad Al-Shara, menolak bernegosiasi dengan perwira tersebut.

Selama negosiasi—yang dilakukan tanpa kehadiran perwira Amerika—Al-Shara berusaha menarik Abdi untuk bergabung dengan negara Suriah dengan segala cara.

Ia bahkan memberikan berbagai konsesi demi mencapai perjanjian.

Menurut Direktur kantor Al Jazeera di Ankara, kedua belah pihak menyepakati 9 dari 10 poin yang menjadi perdebatan.

Al-Shara meminta Abdi untuk menandatangani poin-poin tersebut dan menunda negosiasi mengenai poin terakhir.

Satu-satunya poin yang masih diperdebatkan adalah soal penjara yang menampung anggota ISIS.

SDF dan Washington bersikeras agar fasilitas itu tetap berada di bawah kendali Kurdi. Namun, kata Muhammad, Al-Shara mengusulkan untuk menyepakati 9 poin lainnya terlebih dahulu dan menunda pembahasan mengenai penjara itu ke waktu lain.

Muhammad menambahkan bahwa Al-Shara memberi tahu Abdi bahwa ia ingin mengambil langkah untuk menyatukan rakyat Suriah tanpa campur tangan pihak asing.

Abdi kemudian meninggalkan perundingan tanpa memberikan jawaban terkait poin-poin yang telah disepakati, hingga akhirnya pengumuman resmi dibuat hari ini.

Menurut Muhammad, perjanjian ini terutama didasarkan pada penggabungan Pasukan Demokratik Suriah ke dalam Kementerian Pertahanan Suriah.

Pengumuman perjanjian ini mengejutkan banyak pihak karena terjadi di saat yang sangat krusial.

Sebelumnya, lanjut Muhammad, situasi sulit akibat pemberontakan sisa-sisa rezim lama di wilayah pesisir Suriah menimbulkan ketakutan akan kemungkinan perpecahan dan disintegrasi negara.

Perjanjian ini, menurutnya, merupakan titik balik penting. Ia mengembalikan posisi negara Suriah karena SDF memiliki kekuatan dan keunikan yang tidak dimiliki oleh kelompok bersenjata lainnya.

Oleh karena itu, kembalinya wilayah yang dikuasai SDF—sekitar sepertiga dari total wilayah Suriah—menunjukkan bahwa pemerintahan baru mampu menciptakan perjanjian nasional yang baru.

Muhammad menegaskan bahwa ada tiga negara yang sangat memperhatikan kesepakatan ini.

Yaitu, Turki, yang diperkirakan akan menyambutnya dengan hati-hati sambil menunggu detail mekanisme implementasi kesepakatan. Terutama terkait status para pejuang asing di SDF. Khususnya mereka yang memiliki hubungan dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK).

Terkait Amerika Serikat, Muhammad menegaskan bahwa Washington menyambut baik kesepakatan ini karena sebelumnya telah menyatakan keinginannya untuk menarik pasukan dari Suriah.

Bahkan, menurut Muhammad, Washington telah menekan SDF agar mencapai kesepakatan dengan pemerintahan baru Suriah.

Adapun Israel, Muhamamd menegaskan bahwa Israel kecewa dengan kesepakatan ini karena menggagalkan upayanya untuk membagi dan melemahkan Suriah.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular