Pengerahan puluhan ribu pasukan cadangan oleh militer Israel menjadi sinyal bahwa operasi darat di Jalur Gaza akan segera memasuki babak baru yang lebih luas dan intens.
Namun, menurut analis militer asal Yordania, Letnan Jenderal Purnawirawan Faiyz al-Duwairi, arah dan bentuk operasi itu sangat bergantung pada tujuan strategis Pemerintahan Benjamin Netanyahu.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Al-Duwairi menjelaskan bahwa Pemerintah Israel saat ini mengusung konsep kemenangan total, yakni penghancuran penuh kelompok perlawanan Hamas.
Namun, untuk mencapai sasaran ini, menurut dia, militer Israel tampaknya juga menyasar pemindahan paksa penduduk Gaza secara menyeluruh—sebuah langkah yang mengandung dimensi strategis sekaligus ideologis.
Pernyataan itu datang menyusul pengumuman Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Israel, Jenderal Herzi Halevi, pada Minggu (4/5/2025), yang mengeluarkan puluhan ribu surat panggilan dinas untuk pasukan cadangan.
Halevi menyatakan bahwa pengerahan tersebut bertujuan untuk “meningkatkan tekanan terhadap Hamas dan memulihkan para sandera.”
Al-Duwairi menyoroti bahwa pengembangan operasi militer mendatang akan mengikuti pola distribusi demografis di wilayah Gaza.
Saat ini, terdapat sekitar 50.000 warga yang masih berada di Gaza bagian utara, sekitar satu juta orang di Kota Gaza, serta 900.000 lainnya tersebar di wilayah Deir al-Balah, kamp-kamp pengungsi di Gaza Tengah, dan daerah pesisir al-Mawasi.
Ia juga mengungkap bahwa terdapat tiga divisi utama Angkatan Darat Israel yang tengah beroperasi di Gaza, yakni Divisi 143, 252, dan 36.
Namun, para pasukan cadangan yang baru saja dipanggil tidak akan langsung diturunkan ke Gaza.
Mereka akan ditempatkan di wilayah Tepi Barat serta perbatasan utara Israel, yakni di dekat Suriah dan Lebanon.
“Pasukan reguler dari wilayah tersebut akan ditarik ke Gaza untuk memperkuat operasi darat di sana. Hal ini karena pasukan cadangan cenderung kurang disiplin, kurang patuh, dan memiliki ruang gerak yang lebih bebas dibandingkan tentara reguler,” jelas Al-Duwairi.
Sebelumnya, berdasarkan laporan militer Israel, Divisi 143 berada di wilayah Tel al-Sultan dan Hayy al-Shabura di Rafah serta sekitar Khan Younis.
Divisi 36 beroperasi di sepanjang poros Morag, dan Divisi 252 menyebar di wilayah utara, seperti Shujaiya dan Beit Lahiya.
Respons pasukan cadangan diragukan
Di sisi lain, Al-Duwairi menyatakan keraguannya atas tingkat respons yang akan diberikan pasukan cadangan terhadap perintah panggilan.
Menurutnya, hanya sekitar 50 persen dari total pasukan yang dipanggil, atau sekitar 30.000 dari 60.000, yang diperkirakan akan benar-benar bergabung dengan pasukan aktif.
Ia juga menyoroti pertanyaan penting yang belum terjawab: ke mana warga sipil Gaza akan digiring oleh militer Israel dalam operasi yang lebih luas ini? Ia memperingatkan bahwa wilayah-wilayah pengungsian yang dipilih Israel dapat menyerupai “kamp-kamp konsentrasi” seperti pada era Nazi.
Pada 18 Maret lalu, militer Israel kembali melanjutkan kampanye militer besar-besaran di Jalur Gaza, setelah sebelumnya menyatakan keluar dari kesepakatan gencatan senjata yang ditandatangani Januari.
Operasi ini telah menyebabkan kerusakan masif, terutama di Kota Rafah di selatan Gaza, dan menargetkan area-area yang dihuni anak-anak serta kamp-kamp pengungsi, menurut laporan berbagai lembaga hak asasi manusia, baik lokal maupun internasional.
Di sisi lain, operasi perlawanan oleh kelompok-kelompok Palestina juga meningkat dalam beberapa waktu terakhir.
Militer Israel mengakui bahwa enam tentaranya tewas sejak mereka kembali melancarkan agresi ke Gaza.