Kunjungan Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, ke Amerika Serikat membawa sejumlah sinyal penting mengenai arah hubungan Riyadh–Washington dan dampaknya bagi kawasan.
Analis politik Amerika, Adolfo Franco, menyebut hasil pertemuan tersebut mencerminkan komitmen Washington untuk memperkuat posisi Riyadh sebagai salah satu pilar stabilitas di Timur Tengah.
Ini merupakan kunjungan pertama Mohammed bin Salman ke ibu kota AS dalam tujuh tahun terakhir.
Dalam pertemuan dengan Presiden Donald Trump, kedua pihak membahas isu-isu strategis kawasan, termasuk situasi Gaza, konflik di Suriah, perang di Yaman, dinamika politik Lebanon, serta kebijakan terhadap Iran.
Dalam konferensi pers bersama, Trump menegaskan niatnya menjual pesawat tempur canggih F-35 kepada Arab Saudi.
Ia memastikan langkah itu tidak akan menimbulkan keberatan dari Israel, bahkan dapat menjadi jembatan menuju kemungkinan bergabungnya Riyadh ke dalam Kesepakatan Abraham.
Jika terwujud, Arab Saudi akan menjadi negara kedua di kawasan—setelah Israel—yang mengoperasikan F-35.
Menurut Franco, hal ini menunjukkan kepercayaan AS terhadap Riyadh sebagai aktor yang menopang stabilitas regional.
Ia juga menilai bahwa pengakuan resmi Saudi terhadap Israel, bila terjadi, akan menjadi kemenangan politik besar bagi Trump.
Sejalan dengan isu tersebut, Franco menyoroti komitmen Putra Mahkota untuk meningkatkan investasi Saudi di Amerika Serikat (AS) dari 600 miliar dolar AS menjadi 1 triliun dolar. Langkah ini, katanya, menegaskan kedalaman hubungan ekonomi kedua negara.
Langkah konkret terhadap keamanan Saudi
Franco menilai rencana penjualan F-35 adalah pesan tegas bahwa Washington tidak hanya memberi sinyal politik, tetapi juga memperlihatkan langkah nyata untuk memperkuat keamanan Saudi.
Kesepakatan ini, menurut dia, menempatkan Riyadh sejalan dengan beberapa negara Teluk seperti Uni Emirat Arab dan Qatar dalam membentuk arsitektur stabilitas kawasan.
Dari sisi lain, Presiden Pusat Penelitian Teluk, Dr. Abdulaziz bin Sagar, memandang agenda pertemuan menunjukkan adanya keselarasan pandangan antara kedua negara.
Riyadh dan Washington disebut menekankan pentingnya penyelesaian sejumlah persoalan kawasan melalui jalur diplomasi, bukan eskalasi militer.
Bin Sagar menjelaskan bahwa perbincangan mencakup berbagai isu bilateral dan regional, mulai dari kerja sama keamanan, sistem pertahanan, hingga kemitraan ekonomi.
Ia menilai kunjungan ini menegaskan kuatnya hubungan personal antara Trump dan Mohammed bin Salman, serta posisi strategis kedua negara dalam dinamika Timur Tengah.
Salah satu isu yang dibawa langsung oleh Putra Mahkota adalah kebutuhan mendesak rekonstruksi Gaza.
Pertemuan resmi di Gedung Putih
Sebelumnya pada Selasa waktu setempat, Trump menerima Putra Mahkota di Gedung Putih dalam penyambutan yang digambarkan sebagai istimewa.
Setelah pertemuan di Oval Office, keduanya melanjutkan pembicaraan dalam sesi makan siang di ruang pertemuan presiden.
Pangeran Mohammed bin Salman dijadwalkan menghadiri jamuan makan malam resmi.
Kepada jurnalis, Trump menyebut pertemuan itu berlangsung “sangat baik”.
Ia menggambarkan Putra Mahkota sebagai “teman dekat” yang dihormati di Gedung Putih, sembari mengapresiasi investasi besar Saudi.
“Saya berharap nilainya meningkat menjadi satu triliun dolar,” ujar Trump.


