Tuesday, October 22, 2024
HomeAnalisis dan OpiniANALISIS: Apakah Israel perpanjang perang untuk hindari perang saudara?

ANALISIS: Apakah Israel perpanjang perang untuk hindari perang saudara?

Setelah perang di Gaza, masyarakat Israel tidak akan memasuki masa damai dan stabilitas, tetapi akan berada di ambang perang saudara

Perang yang dipimpin Perdana Menteri Israel Benjemin Netanyahu dinilai bukan sekedar melawan musuh eksternal, tetapi juga untuk menunda kemungkinan pecahnya perang saudara di dalam negeri Israel.

Aljazeera mengutip artikel harian Haaretz, oleh Rogel Alpher, bahwa apa yang disebutnya sebagai “perang abadi” yang sedang dilancarkan Israel di berbagai front tidak bertujuan untuk mencapai kemenangan, melainkan lebih untuk melayani kepentingan politik Netanyahu dan mempertahankan kekuasaannya.

Alpher memulai dengan menyoroti situasi Netanyahu setelah serangan pada 7 Oktober. Menurutnya, insiden itu justru memperkuat posisinya secara politik.

Alih-alih bertanggung jawab atas kegagalan melindungi negara, sebagaimana yang biasanya terjadi dalam demokrasi, Netanyahu berhasil membalikkan krisis menjadi keuntungan politiknya.

Alpher mengaitkan hal ini dengan lemahnya demokrasi Israel sebelum serangan terjadi. Netanyahu, yang menolak mundur meski terlibat dalam kasus korupsi, telah menyebabkan erosi standar-standar demokrasi di Israel.

Alpher berpendapat perang ini bukan hanya tentang menghadapi musuh eksternal, melainkan juga untuk menunda krisis internal yang akan muncul setelah operasi militer berakhir.

Setelah perang di Gaza, masyarakat Israel tidak akan memasuki masa damai dan stabilitas, tetapi akan berada di ambang perang saudara.

Alpher menambahkan, bagi banyak orang di Israel, “perang abadi” tampak kurang berisiko dibandingkan dengan perang saudara, meskipun kesadaran ini mungkin tidak sepenuhnya diungkapkan oleh masyarakat Israel.

Baca juga: Yahya Sinwar sempat ditawari kabur, tapi menolak karena ingin berjuang bersama Gaza

Penulis tersebut berpendapat bahwa perang ini bukan hanya melayani kepentingan pribadi Netanyahu, tetapi juga mendukung bagian besar masyarakat Israel yang menganggap persatuan nasional sebagai prioritas utama, bahkan jika itu harus mengorbankan tentara atau sandera.

Alpher mencatat bahwa banyak yang percaya bahwa persatuan internal adalah kunci untuk memenangkan konflik regional, terutama melawan Iran atau kelompok bersenjata lainnya. Namun kenyataannya, menurut Alpher, perang abadi bukanlah alat untuk mencapai kemenangan, melainkan cara untuk mempertahankan persatuan internal ini.

Ia menyatakan bahwa Israel telah mengorbankan ekonomi, sandera, dan para tentaranya demi menjaga persatuan nasional yang dianggap oleh sebagian kalangan sebagai kunci kelangsungan hidup.

Masa depan yang berbahaya

Alpher memperingatkan bahwa perpanjangan perang secara terus-menerus semakin melemahkan kekuatan liberal di Israel.

Ia mencatat, para pilot yang sebelumnya menolak bertugas di bawah Netanyahu karena alasan demokrasi kini justru ikut membom warga sipil di Gaza. Menurutnya hal itu mencemarkan nilai-nilai yang mereka bela.

Ia juga menyoroti peningkatan kekerasan oleh para pemukim di Tepi Barat serta perluasan kendali Israel di bagian utara Gaza, yang menurutnya mengakibatkan semakin tergerusnya supremasi hukum dan kehancuran ekonomi Israel.

Semua ini berkontribusi pada ancaman yang semakin besar terhadap demokrasi liberal di negara tersebut.

Alpher menyimpulkan bahwa setiap hari perang ini berlangsung semakin mendekatkan Israel pada keruntuhan demokrasi total.

Menurutnya, perang abadi ini tidak akan berlangsung selamanya. Perang ini akan berakhir ketika kekuatan sayap kanan dan agama yang ekstrem berhasil mengambil alih kendali penuh atas Israel.

Bahkan, Alpher meramalkan bahwa Israel akan berubah menjadi negara teokratis dan otokratis, serta tetap menjadi basis militer terdepan bagi Amerika Serikat di Timur Tengah.

Ia menggambarkan situasi ini dengan mengatakan, “Perang abadi akan berakhir ketika kekuatan ekstremis menang dan Israel berubah menjadi negara militer agama, di mana rakyat akan merayakan setiap pembunuhan dan menangisi setiap tentara yang gugur.”

Alpher juga menekankan bahwa perang ini tidak hanya berfungsi untuk mencapai tujuan keamanan Israel, tetapi juga sebagai cara untuk menunda konflik internal yang lebih besar.

Ia memperingatkan bahwa masa depan Israel menjadi semakin tidak pasti dan berbahaya dengan meningkatnya pengaruh sayap kanan dan tergerusnya nilai-nilai liberal.

Pada akhirnya, bagi Alpher, perang abadi ini bukan hanya strategi militer, tetapi bisa menjadi pendahulu bagi perang saudara yang mengancam untuk merobek jalinan masyarakat Israel dari dalam.

Baca juga: Al-Qassam berhasil jebak tank pengangkut personel dan amunisi Israel

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular