Thursday, June 5, 2025
HomeBeritaANALISIS - Mengapa serangan Israel gagal netralisir ancaman dari Yaman?

ANALISIS – Mengapa serangan Israel gagal netralisir ancaman dari Yaman?

Meski digempur secara intensif oleh Israel, kelompok Houthi di Yaman terus meluncurkan serangan roket dan drone ke arah wilayah Israel dalam rangka kampanye “Dukungan untuk Gaza”.

Kegagalan Tel Aviv untuk meredam ancaman dari arah selatan ini memunculkan pertanyaan tajam: mengapa upaya militer Israel belum mampu menetralkan front Yaman?

Analis urusan Israel, Ihab Jabareen, menilai bahwa Israel kini mengalami disfungsi dalam konsep pertahanan dan daya gentar (deterrence).

Dalam wawancaranya dengan program “Masar al-Ahdath” (Arah Peristiwa), ia menuturkan bahwa secara historis, Israel mengandalkan serangan yang efektif dan berbiaya rendah untuk menciptakan efek jera.

Namun dalam 3 dekade terakhir, pola ini berubah—serangan kini lebih bersifat simbolik dan mahal, tapi minim dampak strategis.

Jabareen menambahkan bahwa Israel terjebak antara kebutuhan strategis dan tekanan politik dalam negeri.

Keinginan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir untuk mempertahankan koalisi pemerintahan telah memperumit pengambilan keputusan militer, termasuk terhadap Yaman.

Pada Minggu (1/6), juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, mengumumkan keberhasilan mereka meluncurkan empat serangan terhadap sasaran vital Israel menggunakan rudal balistik hipersonik dan pesawat nirawak.

Saree mengklaim kelompoknya tengah berupaya memberlakukan blokade penuh terhadap lalu lintas udara di Bandara Ben Gurion, setelah sebelumnya berhasil melakukan pembatasan parsial.

Ancaman nyata

Pakar militer Yaman, Brigadir Jenderal Abed al-Thawr, menyebut bahwa pesan dari kelompok Houthi jelas: mereka memiliki kekuatan militer untuk terus menyerang Israel selama agresi terhadap Gaza berlanjut.

Ia meragukan klaim Israel yang menyatakan berhasil menjatuhkan seluruh roket dari Yaman.

Menurutnya, kemajuan teknologi militer Houthi membuat sistem pertahanan Israel kesulitan untuk mengantisipasi serangan tersebut.

Sementara itu, peneliti senior di Pusat Studi Al Jazeera, Luqman Makki, menilai bahwa serangan Houthi menjadi salah satu tantangan serius bagi Israel di tengah perang Gaza.

“Ini bukan sekadar pukulan terhadap sistem pertahanan Israel, tetapi juga terhadap kemampuannya menjangkau dan mengendalikan dinamika kawasan,” ujarnya.

Makki meyakini bahwa krisis ini meruntuhkan citra Israel sebagai kekuatan unggul di kawasan.

Serangan dari Yaman memperbesar biaya politik dan militer yang harus ditanggung Israel dalam perangnya di Gaza.

“Waktu menjadi musuh bagi Netanyahu dan rencana besarnya,” tambahnya.

Menurut laporan Times of Israel, sejak Israel kembali mengintensifkan serangan ke Gaza pada 18 Maret lalu, Houthi telah meluncurkan 43 rudal balistik dan sedikitnya 10 drone ke wilayah Israel.

Ketidakmampuan Israel

Brigjen Abed al-Thawr menyebut serangan Israel ke fasilitas sipil dan ekonomi di Yaman sebagai kegagalan strategis.

Ia menegaskan, jika Tel Aviv benar-benar memiliki kemampuan untuk menerapkan blokade udara dan laut terhadap Yaman, hal itu pasti sudah dilakukan sejak dimulainya operasi “Thaufan Al-Aqsha”.

Sejak awal Mei, Houthi tercatat meluncurkan 17 roket ke arah Israel, hampir satu setiap dua hari.

Serangan-serangan ini telah menyebabkan gangguan pada lalu lintas udara dan kehidupan sehari-hari masyarakat Israel.

Menurut Ihab Jabareen, peningkatan konfrontasi Israel dengan Houthi bisa menyeret negara itu ke konflik langsung dengan Iran, mengingat hubungan dekat Teheran dan kelompok Houthi.

Namun, karena ketiadaan intelijen akurat dan lemahnya efek jera, Israel tetap terjebak di front Yaman tanpa manuver yang efektif.

Terkait sikap Amerika Serikat (AS), Abed al-Thawr menyebut bahwa militer AS memang telah menarik pasukannya dari Laut Merah, tetapi dukungan logistik dan intelijen bagi Israel tetap berjalan.

Sebaliknya, Luqman Makki mencatat bahwa Washington tidak menunjukkan reaksi politik maupun militer yang tegas terhadap serangan dari Yaman.

Menurutnya, AS justru diuntungkan jika Netanyahu berada di bawah tekanan, dan tidak merasa sepenuhnya aman.

Ia juga mengingatkan bahwa presiden AS, Donald Trump, pernah menyadari bahwa menyerang Yaman merupakan petualangan militer yang tidak menguntungkan secara moral maupun strategis.

Dengan serangan yang terus berlanjut dari Yaman, Israel kini menghadapi tekanan multi-front yang menantang strategi militernya dan menggoyahkan kepercayaan diri politik domestiknya.

Di tengah gempita operasi militer yang besar, efek jera yang dihasilkan ternyata begitu kecil.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular