Wednesday, March 26, 2025
HomeBeritaApa motif Israel lancarkan pembunuhan terhadap tokoh Hamas?

Apa motif Israel lancarkan pembunuhan terhadap tokoh Hamas?

Kurang dari 24 jam setelah pembunuhan anggota Biro Politik Hamas, Salah al-Bardawil, pasukan pendudukan Israel kembali membunuh rekan sesama pemimpin Hamas, Ismail Barhoum.

Untuk diketahui, Salah tewas akibat serangan udara Israel di tenda pengungsiannya di daerah Mawasi, sebelah barat Khan Younis di selatan Jalur Gaza,

Sebuah jet tempur Israel menargetkan Barhoum tadi malam saat ia sedang menjalani perawatan di “Kompleks Medis Nasser” di Khan Younis.

Menurut sumber medis, keluarga, dan organisasi, Barhoum sebelumnya mengalami luka parah dalam serangan udara Israel di Rafah. Serangan itu terjadi pada malam pertama dimulainya kembali perang Israel terhadap Gaza, Selasa dini hari lalu.

Serangan tersebut menyebabkan Barhoum gugur di tempat, bersama dengan keponakannya, seorang remaja bernama Ibrahim Barhoum, yang juga tengah menjalani perawatan akibat luka sebelumnya.

Selain itu, serangan ini melukai delapan pasien lainnya di bangsal bedah rumah sakit, yang akhirnya hancur total dan tidak lagi dapat beroperasi.

Sejak dimulainya kembali perang di Gaza, pasukan pendudukan telah melancarkan serangkaian pembunuhan terencana. Pembunuhan itu menargetkan pejabat pemerintahan, aparat keamanan, serta para pemimpin politik Hamas.

Bagian dari rangkaian pembunuhan

Ismail Barhoum, yang memiliki nama panggilan Abu Muhammad, lahir di Kota Rafah pada tahun 1960-an. Sejak kecil, ia dikenal sebagai sosok yang religius dan termasuk generasi awal Hamas sejak organisasi ini didirikan selama Intifada Pertama tahun 1987.

Barhoum meniti karier dalam gerakan Hamas hingga akhirnya terpilih sebagai anggota Biro Politik di Gaza pada Maret 2021.

Menurut sumber lokal, Barhoum berasal dari keluarga besar yang tersebar di dua sisi Kota Rafah, baik di wilayah Palestina maupun Mesir.

Keluarga ini telah memberikan banyak syuhada, korban luka, dan tahanan dalam perjuangan mereka. Barhoum sendiri dikenal sebagai tokoh amal dan mediator sosial di Kota Rafah.

Hamas mengeluarkan pernyataan belasungkawa atas wafatnya Barhoum. Hamas menggambarkannya sebagai salah satu tokoh dakwah Islam, pilar utama gerakan di Gaza, dan contoh dalam keteguhan, pengorbanan, serta dedikasi.

“Ia menghabiskan hidupnya untuk melayani rakyatnya, agamanya, dan perjuangan Palestina, serta selalu setia kepada tanah air dan tempat-tempat sucinya,” kata Hamas dalam pernyataannya.

Hamas juga menegaskan bahwa penargetan terhadap Barhoum yang terjadi saat ia menjalani perawatan di rumah sakit merupakan kejahatan baru yang menambah catatan panjang terorisme Israel.

“Ini menunjukkan penghinaan terhadap semua norma dan perjanjian internasional, serta kelanjutan dari kebijakan pembunuhan sistematis terhadap rakyat dan para pemimpin kami,” tegas Hamas.

Pembunuhan terhadap pasien yang terluka

Direktur Kompleks Medis Nasser, Dr. Atef Al-Hout, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Barhoum berada di “bangsal bedah pria”. Ia tercatat sebagai pasien yang menerima perawatan atas luka yang dideritanya beberapa hari sebelumnya.

“Kami bekerja berdasarkan prinsip etika, profesionalisme, dan kemanusiaan. Kami merawat setiap orang yang datang ke rumah sakit, baik teman maupun musuh, tanpa menanyakan agama, identitas, atau afiliasi mereka,” ujar Dr. Al-Hout.

Ia menegaskan bahwa tidak ada alasan yang dapat membenarkan serangan terhadap rumah sakit, pembunuhan terhadap pasien yang sedang menerima perawatan, serta cedera yang dialami pasien dan staf medis lainnya.

Serangan ini juga menyebabkan bangsal bedah hancur total dan tidak dapat lagi digunakan. Al-Hout menyebut serangan ini sebagai kejahatan yang memalukan dan bertentangan dengan semua hukum, perjanjian, serta norma internasional dan kemanusiaan.

Ini bukan pertama kalinya Kompleks Medis Nasser menjadi sasaran langsung serangan Israel. Sebelumnya, pasukan pendudukan mengebom “Gedung Pembebasan” yang diperuntukkan bagi anak-anak dan persalinan, yang menyebabkan kematian seorang anak perempuan.

Setelah itu, rumah sakit ini dikepung, diserang, dan dihancurkan selama invasi besar-besaran ke Kota Khan Younis pada Desember 2023, yang berlangsung selama empat bulan.

Kompleks medis ini terdiri dari tiga rumah sakit spesialis dan merupakan yang terbesar kedua di Gaza setelah Kompleks Medis Al-Shifa di Kota Gaza.

Saat ini, hanya ada 3 rumah sakit yang masih berfungsi di selatan Gaza. Sementara Israel telah menonaktifkan 25 rumah sakit sejak perang dimulai setelah Operasi “Thaufan Al-Aqsha” pada 7 Oktober 2023.

Untuk menciptakan kekacauan

Direktur Jenderal Kantor Media Pemerintah, Dr. Ismail Al-Thawabta, menempatkan pembunuhan terhadap tokoh pemerintahan, administrasi, keamanan, serta para pemimpin politik.

Hal itu dalam konteks upaya pendudukan untuk menyingkirkan mereka dari pengelolaan urusan publik, melemahkan sistem pemerintahan, serta melumpuhkan institusi sipil dan layanan publik guna menciptakan kekacauan.

Dalam pernyataannya kepada Al Jazeera Net, Al-Thawabta menegaskan bahwa Israel berusaha menciptakan kekosongan administratif dan keamanan.

Upaya itu dilakukan melalui pembunuhan-pembunuhan itu, serta menghambat institusi pemerintah dalam memberikan layanan dasar kepada warga. Hal ini berpotensi memicu kekacauan dalam administrasi dan keamanan.

Menurutnya, tujuan utama pendudukan adalah mengguncang stabilitas, melemahkan kapasitas aparat keamanan dalam menjaga ketertiban internal. Serta menciptakan kekacauan di masyarakat melalui serangan terhadap para pejabat.

Dengan cara ini, Israel berusaha menghilangkan kepercayaan warga terhadap institusi pemerintah dan menciptakan gejolak yang mengganggu stabilitas internal.

Namun, Al-Thawabta menegaskan bahwa sistem pemerintahan di Gaza memiliki kapasitas untuk menggagalkan rencana Israel.

Ia menekankan bahwa mereka mampu mengisi kekosongan kepemimpinan serta menjaga stabilitas administratif dan keamanan dengan mengaktifkan sistem kepemimpinan alternatif.

Selain itu, tugas para pemimpin yang gugur akan dialihkan ke pejabat lain agar roda pemerintahan tetap berjalan dengan lancar dan layanan kepada warga tetap berlanjut.

Rencana “hari berikutnya”

Sementara itu, Ketua Lembaga Internasional untuk Mendukung Hak-Hak Rakyat Palestina, Salah Abd Al-Aty, menilai bahwa tujuan Israel dari pembunuhan di luar hukum terhadap tokoh pemerintahan, administrasi, dan pemimpin politik adalah menciptakan kekosongan dan kekacauan.

Menurutnya, operasi ini sejalan dengan skenario “hari berikutnya” yang diinginkan Israel. Yaitu menjadikan Gaza sebagai wilayah yang tidak layak huni dan mendorong warganya untuk pergi.

Hal ini dilakukan dengan menghancurkan seluruh aspek kehidupan. Termasuk menciptakan kekacauan melalui pembunuhan tokoh pemerintahan dan politik, menjatuhkan pemerintahan Hamas, serta menghancurkan kapasitas administrasi dan keamanan Gaza untuk mengendalikan situasi di dalam wilayah tersebut.

Untuk menghadapi rencana kekacauan dan pemindahan paksa ini, Abd Al-Aty menyerukan pembentukan Komite Dukungan Masyarakat sebagai bagian dari konsensus nasional.

Tujuannya, guna menjaga stabilitas Gaza, memperkuat kohesi sosial, serta mendukung ketahanan rakyat Gaza di tanah mereka.

Langkah ini dinilai penting untuk menggagalkan rencana pendudukan yang dilakukan melalui pembunuhan berencana. Ini bersamaan dengan upaya mereka membentuk badan khusus untuk mengelola pemindahan paksa warga Gaza.

Tekanan terhadap Hamas

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Politik “Masarat”, Hani Al-Masri, menilai bahwa pembunuhan terhadap para pemimpin politik dan militer Hamas adalah bagian dari strategi Israel untuk menghancurkan pilar utama pemerintahan di Gaza.

Selain itu, Israel ingin mencapai tujuan mereka dalam menyingkirkan Hamas dari wilayah tersebut.

“Tidak ada organisasi yang tidak terpengaruh oleh serangan seperti ini, tetapi di saat yang sama, Israel juga tidak bisa menghilangkan Hamas begitu saja,” kata Al-Masri dalam pernyataannya kepada Al Jazeera Net.

Namun, menurutnya, pembunuhan terakhir ini terjadi setelah Israel memanfaatkan periode gencatan senjata pasca perjanjian penghentian perang pada Januari lalu sebagai kesempatan untuk mengumpulkan intelijen.

Beberapa pemimpin Hamas mulai muncul di depan publik. Mereka mungkin mulai lengah dalam pergerakan serta pengamanan diri mereka. Sehingga memudahkan Israel untuk menargetkan mereka.

Dalam konteks tekanan militer yang dilakukan Israel dengan dukungan Amerika Serikat (AS) terhadap Gaza, Al-Masri mengatakan bahwa serangan yang menargetkan pemimpin politik dan pemerintah ini dilakukan di bawah dalih “memaksa Hamas menyerah.”

Namun, ia menegaskan bahwa keberadaan Hamas merupakan kebutuhan nasional. Sebagaimana keberadaan semua faksi perjuangan Palestina, selama pendudukan masih berlangsung.

Oleh karena itu, ia menyerukan kepada seluruh rakyat Palestina untuk menolak tuntutan agar Hamas menyerah.

Meskipun demikian, Al-Masri juga mendesak Hamas untuk mengevaluasi kembali situasi dan pengalaman mereka serta mengambil langkah-langkah menuju pembentukan pemerintahan persatuan nasional.

Ia menilai bahwa langkah ini merupakan keharusan untuk melindungi rakyat Palestina dan menjaga perlawanan terhadap pendudukan.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular