Thursday, November 21, 2024
HomeBeritaAustralia kaji ulang izin ekspor militer ke Israel

Australia kaji ulang izin ekspor militer ke Israel

 

Pemerintah Australia tengah melakukan kajian ulang terhadap 66 izin ekspor militer ke Israel yang disetujui sebelum invasi Gaza tahun lalu. Langkah ini dilaporkan oleh The Guardian pada Sabtu (19/10), mengutip sumber dari Kementerian Pertahanan.

Izin-izin tersebut ditinjau satu per satu oleh Departemen Pertahanan Australia dengan mempertimbangkan kewajiban internasional negara tersebut, termasuk terkait hak asasi manusia.

“Seiring dengan perkembangan situasi di Timur Tengah, Australia terus mengevaluasi izin ekspor yang sudah ada ke Israel untuk memastikan kesesuaiannya dengan pendekatan yang terukur,” ujar juru bicara pertahanan yang tidak disebutkan namanya, dikutip oleh The Guardian.

Kajian ini muncul setelah permohonan dari Pusat Keadilan Internasional Australia (Australian Centre for International Justice) kepada Menteri Pertahanan Richard Marles pada April lalu, yang menyerukan pembatalan seluruh izin ekspor ke Tel Aviv serta negara lain yang kemungkinan akan menyalurkannya ke Israel.

Pemerintah Australia berulang kali menegaskan bahwa mereka tidak memasok senjata atau amunisi ke Israel sejak perang meletus, dan posisi tersebut tetap dipertahankan.

Namun, pemerintah federal menghadapi kritik karena dinilai tidak transparan terkait rincian isi setiap izin tersebut.

Pemerintah juga membela pasokan suku cadang untuk rantai pasokan global pesawat tempur F-35. Israel diketahui telah menggunakan F-35 di Gaza, yang hingga kini menewaskan lebih dari 42.000 orang sejak serangan lintas perbatasan oleh Hamas, serta menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza.

Menurut Kementerian Pertahanan Australia, negara tersebut bukan merupakan pengekspor utama pertahanan ke Israel. Namun, izin tetap diperlukan untuk berbagai barang, termasuk peralatan teknologi informasi, perangkat lunak, radio, komponen elektronik, dan barang-barang dengan fungsi ganda.

Sejak 2019, Australia telah mengeluarkan sekitar 247 izin terkait Israel, di mana 66 di antaranya masih aktif, menurut pejabat terkait.

Partai Hijau, partai politik terbesar ketiga di Australia, menyerukan penghentian seluruh perdagangan militer dua arah dengan Israel. Juru bicara pertahanan Partai Hijau, David Shoebridge, menyatakan bahwa Australia tidak boleh melakukan apa pun yang bisa “memberikan keberanian bagi Israel untuk melanjutkan genosida.”

Namun, pemerintah Perdana Menteri Anthony Albanese menolak gagasan penghentian kontrak dengan perusahaan-perusahaan Israel yang memasok barang-barang untuk Angkatan Pertahanan Australia dan kepolisian.

Pusat Keadilan Internasional Australia menyambut baik kajian tersebut, seraya mengatakan bahwa langkah ini adalah hasil dari tekanan berkelanjutan dari gerakan protes dan masyarakat untuk menghentikan ekspor ke “negara yang nakal.”

“Selama 12 bulan terakhir, pemerintah Australia telah diberi peringatan oleh ICJ, ICC, badan-badan PBB, dan banyak organisasi internasional lainnya mengenai catatan panjang pelanggaran hukum internasional oleh Israel. Kami menyerukan embargo senjata penuh—tidak ada impor, ekspor, maupun transfer,” kata pusat tersebut dalam pernyataan yang diunggah di X (dahulu Twitter).

Pembela hak asasi manusia, Rawan Arraf, menambahkan: “Selama 12 bulan, pemerintah dengan sengaja menutup-nutupi informasi dan menyebarkan disinformasi mengenai rezim ekspor senjatanya ke negara yang nakal itu.”

“Tidak ada alasan untuk penundaan panjang dalam meninjau ekspor senjata saat ini. Kajian ini juga harus mencakup ekspor yang pada akhirnya jatuh ke tangan Israel,” ujarnya dalam unggahan di X.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular