Saturday, April 19, 2025
HomeBeritaBersuara tolak genosida Gaza, para dokter Israel justru diancam pecat

Bersuara tolak genosida Gaza, para dokter Israel justru diancam pecat

Militer Israel mulai mengambil tindakan terhadap para dokter cadangan yang menandatangani petisi menyerukan penghentian perang di Gaza dan pembebasan sandera.

Para penandatangan, yang terdiri dari puluhan dokter cadangan, mendesak pemerintah untuk mengakhiri operasi militer meskipun harus melalui gencatan senjata demi keselamatan para sandera yang tersisa.

Dalam pernyataannya, para dokter menyebut Korps Medis Israel telah memulai langkah-langkah untuk menekan dan mengucilkan mereka yang menandatangani surat tersebut.

Pejabat senior di Korps Medis disebut secara langsung menghubungi para dokter untuk meminta mereka menarik tanda tangan dari petisi tersebut, dengan ancaman akan dikeluarkan dari dinas cadangan.

Seorang dokter perempuan yang tergabung dalam unit medis Angkatan Udara dilaporkan telah diberhentikan setelah menolak mencabut dukungan terhadap petisi.

Kepala Staf Militer Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, disebut memerintahkan para komandan untuk menekankan bahwa tidak ada ruang bagi politik di dalam tubuh militer.

Seorang sumber militer yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Haaretz bahwa langkah ini bertujuan mengirimkan pesan tegas bahwa militer harus tetap netral dan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik pribadi, termasuk oleh pasukan cadangan yang masih aktif terlibat dalam operasi.

Saat ini, sekitar 360.000 personel cadangan telah dimobilisasi untuk mendukung operasi militer di Gaza. Menurut data resmi, 59 sandera Israel masih ditahan di wilayah tersebut, dengan 24 di antaranya diyakini masih hidup.

Di sisi lain, lebih dari 9.500 warga Palestina kini ditahan di penjara-penjara Israel, dengan laporan dari kelompok hak asasi manusia menyebutkan bahwa mereka menghadapi penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis.

Petisi para dokter tersebut disusul oleh seruan serupa dari veteran militer, petugas polisi, dan masyarakat sipil yang mendesak penghentian perang. Mereka menilai konflik yang terjadi tidak lagi berkaitan dengan keamanan nasional, melainkan lebih dipengaruhi oleh kepentingan politik pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Platform independen “Restart Israel” melaporkan bahwa hingga Rabu, lebih dari 110.000 warga Israel telah menandatangani 37 petisi, termasuk delapan petisi yang didukung sekitar 10.000 prajurit cadangan dan veteran.

Netanyahu mengancam akan memecat tentara aktif yang ikut serta menandatangani petisi tersebut.

Gelombang protes ini muncul setelah kegagalan implementasi tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran sandera-tahanan yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir serta didukung Amerika Serikat.

Hamas disebut telah mematuhi ketentuan yang disepakati sejak 19 Januari, namun Netanyahu yang mendapat tekanan dari koalisi sayap kanan, memilih melanjutkan operasi militer sejak 18 Maret.

Sejak serangan militer dimulai pada Oktober 2023, lebih dari 51.000 warga Palestina dilaporkan tewas di Gaza, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak.

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sementara itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular