Monday, March 10, 2025
HomeBeritaBertemu dengan kepala intelijen Mesir, Hamas tolak gencatan senjata sementara

Bertemu dengan kepala intelijen Mesir, Hamas tolak gencatan senjata sementara

Delegasi Hamas bertemu dengan Kepala Badan Intelijen Umum Mesir untuk membahas perkembangan penerapan perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan.

Sementara itu, Hamas menegaskan bahwa mereka tidak menerima gencatan senjata sementara di Jalur Gaza.

Dalam sebuah pernyataan, Hamas menyatakan bahwa delegasi yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kepemimpinan Gerakan, Mohammad Darwish, bertemu di Kairo dengan Kepala Badan Intelijen Umum Mesir, Jenderal Hassan Rashad.

“Di mana berbagai isu penting dibahas dengan semangat positif dan penuh tanggung jawab, khususnya perkembangan penerapan perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan dalam berbagai tahapannya,” demikian tulisnya.

Pernyataan itu menambahkan bahwa delegasi Hamas menekankan pentingnya komitmen terhadap semua butir perjanjian dan segera memulai negosiasi tahap kedua.

Hamas juga menekankan untuk membuka kembali perlintasan, serta memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza tanpa syarat.

Delegasi tersebut juga menegaskan persetujuan Hamas untuk membentuk Komite Dukungan Masyarakat yang terdiri dari tokoh-tokoh nasional independent.

Tujuanya, guna mengelola Gaza sampai penyelesaian rekonsiliasi internal Palestina dan penyelenggaraan pemilihan umum di semua tingkatan, baik nasional, presiden, dan legislatif.

Hamas juga mengungkapkan rasa terima kasih dan apresiasinya atas upaya Mesir dalam beberapa waktu terakhir.

Khususnya, dalam menghadapi rencana pemindahan paksa, serta menghargai hasil Konferensi Timur-Tengah (KTT) Arab, terutama rencana rekonstruksi Gaza dan penegasan hak-hak sah rakyat Palestina.

Gencatan senjata sementara

Sementara itu, pemimpin Hamas Mahmoud Mardawi membantah bahwa berita tentang keterbukaan Hamas tentang genjatan senjata sementara.

“Berita yang beredar mengenai adanya pesan dari mediator yang menyatakan bahwa Hamas terbuka untuk gencatan senjata sementara di Jalur Gaza tidak benar,” katanya.

Mardawi menegaskan komitmen penuh Hamas terhadap perjanjian yang telah dicapai serta perlunya melanjutkan negosiasi tahap kedua sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

Ia menyatakan bahwa laporan tersebut tidak benar dan tidak mencerminkan kenyataan.

Pada Sabtu malam, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana pengiriman delegasi Israel ke Doha untuk mencoba mendorong negosiasi dengan Hamas mengenai pertukaran tahanan.

Untuk menghindari tahap kedua dari perjanjian gencatan senjata yang mencakup penghentian perang di Gaza, pemerintah Netanyahu—menurut para pengamat—sedang memainkan peran bergantian dengan Washington melalui wacana tentang inisiatif yang diusulkan oleh Amerika Serikat (AS). Meskipun mereka adalah mediator dan penjamin perjanjian.

Semua inisiatif yang belum dikonfirmasi secara resmi oleh Washington ini berfokus pada perpanjangan tahap pertama perjanjian.

Perjanjian itu untuk membebaskan sebanyak mungkin tahanan Israel tanpa menghentikan perang secara permanen.

Hal itu sesuai dengan keinginan Netanyahu untuk memuaskan sayap kanan ekstrem dalam pemerintahannya.

Dalam konteks ini, lembaga penyiaran Israel melaporkan dari sumber terpercaya—yang tidak disebutkan namanya—bahwa mediator regional (Mesir dan Qatar) sedang menunggu kunjungan utusan Presiden AS, Donald Trump ke kawasan, Stephen Witkoff, yang mungkin akan dilakukan dalam beberapa hari ke depan.

Menurut sumber tersebut, Witkoff akan membawa inisiatif Amerika yang mencakup pembebasan 10 tahanan Israel yang ditahan oleh Hamas dengan imbalan perpanjangan gencatan senjata selama beberapa bulan, tanpa batas waktu yang jelas.

Sumber itu juga menambahkan bahwa negosiasi akan dilakukan secara langsung antara Amerika Serikat dan Hamas tanpa campur tangan Israel.

Menurut perkiraan intelijen Israel, masih ada 59 tahanan Israel di Gaza, di mana 35 di antaranya diyakini telah tewas, sementara 22 lainnya masih hidup. Nasib dua tahanan lainnya tidak diketahui.

Di antara mereka, terdapat 5 orang yang memiliki kewarganegaraan Amerika, termasuk yang paling menonjol, Aidan Alexander (21 tahun), yang diyakini masih hidup.

Minggu lalu, tahap pertama dari perjanjian gencatan senjata di Gaza berakhir setelah berlangsung selama 42 hari.

Sementara itu, Israel menghindari memasuki tahap kedua yang mencakup penghentian perang.

Hamas menegaskan komitmennya untuk melaksanakan perjanjian yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025, dan meminta agar Israel dipaksa untuk mematuhi semua ketentuannya.

Hamas juga mendesak para mediator untuk segera memulai negosiasi tahap kedua yang mencakup penarikan Israel dari Jalur Gaza dan penghentian perang sepenuhnya.

Dengan dukungan AS, Israel telah melakukan genosida di Gaza antara 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025. Akibatnya, lebih dari 160.000 warga Palestina menjadi syahid atau terluka—sebagian besar di antaranya adalah anak-anak dan wanita—serta lebih dari 14.000 orang hilang.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular