Peringatan Hari Internasional untuk Solidaritas bersama Rakyat Palestina digelar Selasa di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di Addis Ababa, Ethiopia.
Sekitar 140 perwakilan diplomatik menghadiri acara tersebut, termasuk sejumlah tokoh politik tingkat tinggi dari berbagai kawasan.
Di antara para peserta hadir 19 misi diplomatik negara Arab, termasuk perwakilan Liga Arab untuk Ethiopia dan Uni Afrika, Mohamed Omar.
Acara itu juga dihadiri Ketua Komisi Uni Afrika, Mahamoud Ali Youssouf, yang untuk pertama kalinya dalam sejarah lembaga tersebut hadir dalam peringatan khusus ini.
Tokoh lainnya yang berpartisipasi ialah Menlu Palestina, Varsin Aghabekyan, perwakilan PBB di Ethiopia Aboubacar Kampo, serta pejabat tinggi dari Kementerian Luar Negeri Ethiopia yang membidangi Timur Tengah dan Asia.
Pada sesi pembukaan, Ketua Komisi Uni Afrika menekankan bahwa peringatan tahun ini berlangsung di tengah tragedi kemanusiaan akibat perang pemusnahan yang terus berlangsung di Gaza.
Perang yang meninggalkan jejak korban sipil dalam jumlah sangat besar dan menghancurkan infrastruktur vital di sejumlah wilayah.
Youssouf menegaskan posisi tegas Uni Afrika yang mendukung rakyat Palestina dalam upayanya meraih kehidupan bermartabat di sebuah negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.
Ia mengingatkan bahwa solidaritas internasional bukan sekadar simbol, melainkan tanggung jawab moral dan hukum yang menuntut tindakan nyata untuk menghentikan pembantaian, melindungi warga sipil, membuka jalur kemanusiaan, serta memastikan dukungan darurat bagi warga yang terdampak.
Ia menambahkan bahwa Uni Afrika akan terus bekerja sama dengan para mitra internasional untuk memperkuat upaya perdamaian, mendorong akuntabilitas, dan memastikan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional.
Menurutnya, penyelesaian konflik Palestina-Israel harus bertumpu pada dialog, pendekatan multilateral, serta komitmen global terhadap prinsip keadilan dan martabat manusia.
Napas panjang sebuah perjuangan
Dalam sambutannya, Menlu Palestina Varsin Aghabekyan menegaskan bahwa rakyat Palestina terus melanjutkan perjuangan panjangnya demi kebebasan, martabat, kemerdekaan, dan hak menentukan nasib sendiri.
Ia menyebut perjuangan tersebut sebagai bagian dari tradisi sejarah umat manusia dalam menolak penindasan.
Aghabekyan menyampaikan bahwa penderitaan rakyat Palestina meningkat dari dekade ke dekade di bawah pendudukan Israel, yang menyasar warga sipil, tanah, serta kehidupan mereka.
Menurutnya, puncak kekejaman itu tampak jelas dalam rangkaian pembantaian terbaru di Jalur Gaza.
Ia juga menyoroti bahwa pelanggaran terus terjadi di Tepi Barat dan Yerusalem oleh pemukim dan pasukan pendudukan, tindakan yang bertentangan dengan hukum internasional dan resolusi PBB.
Ia menegaskan bahwa solidaritas terhadap Palestina tidak boleh berhenti sebagai slogan, melainkan perlu diwujudkan dalam dukungan nyata bagi hak-hak rakyat Palestina.
Yaitu, melindungi anak-anak dan keluarga mereka dari kekerasan, membela para tahanan, dan menjamin masa depan yang aman serta bermartabat bagi setiap warga Palestina.
“Semangat rakyat kami tidak pernah patah,” ujar Aghabekyan.
Daya tahan yang membongkar kebrutalan
Dalam pidato yang dibawakannya, perwakilan Liga Arab Mohamed Omar menyampaikan pesan Sekretaris Jenderal Liga Arab.
Ia menekankan bahwa rakyat Palestina menghadapi tahun-tahun paling sulit dengan keteguhan dan keberanian.
Meskipun mereka berada di bawah perang pemusnahan selama 2 tahun yang berupaya menghancurkan masyarakat Palestina dan menghapus harapan kemerdekaan.
Omar menyebut serangkaian pelanggaran Israel sebagai bukti dari “kebrutalan tanpa batas moral”, merujuk pada penderitaan anak-anak, penghancuran kamp-kamp pengungsi, serta pengusiran ribuan keluarga Palestina.
Ia mengingatkan bahwa proyek negara Palestina tetap hidup, bahkan di tengah tekanan yang tak berkesudahan.
Hingga kini, 157 negara telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat.
Setiap pengakuan baru, katanya, adalah batu pijakan menuju kemerdekaan, rekonstruksi, dan keteguhan rakyat Palestina untuk tetap bertahan di tanah mereka.
Pelanggaran yang menguji prinsip kemanusiaan
Perwakilan PBB di Ethiopia, Aboubacar Kampo, menegaskan bahwa situasi di Gaza dan Tepi Barat telah mencapai tingkat tragedi yang belum pernah terjadi.
Ratusan ribu warga kehilangan tempat tinggal, sekolah dan rumah sakit hancur, sementara kelaparan, penyakit, serta trauma tersebar luas.
Kampo menyoroti bahwa pelanggaran yang berlangsung di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, termasuk perluasan permukiman, penghancuran rumah, dan pengusiran paksa, merupakan tantangan serius terhadap norma hukum internasional.
Ia menyerukan penghormatan terhadap jeda kemanusiaan serta komitmen jujur untuk mengakhiri pendudukan yang dianggapnya “tidak sah menurut hukum internasional”.
Ia menegaskan pentingnya memastikan akses bantuan kemanusiaan serta melanjutkan upaya menuju solusi 2 negara, sesuai hukum internasional dan resolusi PBB.
Sehingga Palestina dan Israel dapat hidup berdampingan dalam damai dan keamanan berdasarkan batas sebelum 1967.
Dukungan Ethiopia terhadap solusi politik
Dewanu Kedir, pejabat Kementerian Luar Negeri Ethiopia yang membidangi Timur Tengah dan Asia, menegaskan dukungan negaranya terhadap solusi dua negara.
Ethiopia, katanya, bekerja bersama PBB dan Uni Afrika untuk memastikan kelancaran bantuan kemanusiaan serta upaya politik menuju penyelesaian yang berkelanjutan.
Menurut Kedir, perdamaian hanya dapat dicapai melalui dialog yang sungguh-sungguh dan perundingan langsung antara para pihak.
Ia mengecam segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil, menyuarakan keprihatinan mendalam atas eskalasi kekerasan.
Ia juga menyatakan dukungan Ethiopia terhadap jeda kemanusiaan yang sedang berlaku serta upaya menuju gencatan senjata permanen.
Acara peringatan Hari Solidaritas Internasional tahun ini berlangsung di tengah penderitaan yang terus membayangi rakyat Palestina.
Seluruh pihak menegaskan perlunya kerja internasional yang lebih intensif untuk mencapai perdamaian yang adil, melindungi warga sipil, dan memperkuat daya tahan masyarakat Palestina yang menghadapi krisis berkepanjangan.


