Israel terus memantau perkembangan di Suriah usai penggabungan lembaga-lembaga keamanan di Suweida yang diisi mayoritas Druze ke dalam Kementerian Dalam Negeri Suriah, lansir Al Jazeera pada Rabu.
Langkah-langkah ini dipandang oleh Tel Aviv sebagai hambatan bagi upaya mereka untuk membagi wilayah Suriah, yang sekaligus menggagalkan rencana Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang mengklaim ingin melindungi minoritas Druze di selatan Suriah.
Sebagai respons terhadap perubahan ini, militer Israel mendadak memperkuat posisinya di selatan Suriah.
Pesawat tempur Israel intensif melakukan serangan udara ke puluhan situs militer di dalam Suriah, sementara tujuh pos militer baru didirikan di zona penyangga untuk mencegah posisi pasukan Suriah.
Selain itu, Israel juga menempatkan tiga brigade militer dengan alasan untuk mencegah penyusupan atau penyelundupan.
Kepala Staf Umum Israel, Aviv Kochavi, melakukan evaluasi situasi dan berkeliling di zona penyangga di sepanjang garis gencatan senjata di Dataran Tinggi Golan yang diduduki, bersama dengan Komandan Wilayah Utara, Ori Gordin, dan Komandan Divisi 210, Ya’ir Valeh.
Langkah ini menunjukkan keseriusan Israel dalam mempertahankan kehadirannya di wilayah yang masih diperdebatkan tersebut.
Israel merasa cemas terhadap kesepakatan yang tercapai antara Presiden Suriah Ahmad al-Shara dan pimpinan SDF serta tokoh-tokoh Provinsi Suweida.
Kesepakatan ini dianggap sebagai prestasi historis Suriah yang berpotensi menggagalkan rencana Israel untuk memecah belah negara Suriah.
Para analis Israel pun menilai bahwa langkah-langkah tersebut dapat memengaruhi posisi Israel di kawasan, terutama dalam hal kontrol atas wilayah selatan Suriah dan keberlanjutan pengaruh militer Israel di zona penyangga.
Israel dinilai ceroboh
Profesor Eyal Zisser, seorang ahli sejarah Timur Tengah dari Universitas Tel Aviv, memperingatkan bahwa kebijakan Israel yang terlibat dalam urusan dalam negeri Suriah merupakan tindakan yang ceroboh dan tidak bijak.
Ia menyebut upaya ini sebagai “petualangan bodoh” yang tidak didasarkan pada pertimbangan politik atau militer yang matang, dan justru dapat merugikan Israel di masa depan.
Menurut Zisser, kebijakan Israel yang berfokus pada konflik internal Suriah mengalihkan perhatian dari masalah yang lebih mendesak, seperti menghadapi Hamas di Gaza atau Hizbullah di Lebanon.
Selain itu, kebijakan Israel terhadap kelompok Druze, yang secara tradisional menganggap diri mereka bagian dari Suriah, justru membuat Suriah semakin dekat dengan Turki, yang dipimpin oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan, yang menjadi tantangan besar bagi Israel.
Kekhawatiran Israel
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, telah memperingatkan bahwa Israel tidak akan membiarkan pasukan Suriah baru beroperasi di selatan, terutama di kawasan yang berdekatan dengan Dataran Tinggi Golan. Sebagai langkah pencegahan, Israel berusaha untuk membentuk “kelompok pertahanan” yang terdiri dari tiga wilayah atau zona geografis di selatan Suriah.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari potensi ancaman terhadap keamanan Israel dari pasukan Suriah yang sedang berkembang.
Namun, analisis yang berkembang menunjukkan bahwa kebijakan Israel yang semakin terlibat di Suriah, justru berisiko menciptakan ancaman baru bagi keamanan nasional Israel.
Sebagian besar ahli percaya bahwa untuk menciptakan perbatasan yang aman, Israel seharusnya memanfaatkan situasi saat ini untuk mencapai kesepakatan politik dengan pemerintahan Suriah yang baru.
Langkah ini akan memberikan hasil yang lebih baik daripada hanya memperkuat zona penyangga yang mungkin tidak efektif dalam jangka panjang.
Memperburuk situasi
Beberapa ahli juga mengingatkan Israel untuk tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan selama pendudukan Lebanon, di mana pembentukan zona keamanan justru meningkatkan perlawanan terhadap keberadaan Israel.
Dalam konteks Suriah, kehadiran militer Israel di wilayah yang diperdebatkan bisa menambah ketegangan dan memperburuk situasi, daripada menciptakan keamanan yang diinginkan.
Ke depan, Israel menghadapi tantangan besar dalam menavigasi hubungan dengan Suriah, Turki, dan kekuatan regional lainnya.
Pemahaman yang lebih dalam tentang dinamika politik Suriah yang baru bisa menjadi kunci bagi Israel untuk mengamankan kepentingannya di kawasan tanpa terjebak dalam konflik yang lebih luas.