Thursday, August 28, 2025
HomeBeritaDua patriarkat gereja peringatkan risiko pengusiran massal warga Gaza

Dua patriarkat gereja peringatkan risiko pengusiran massal warga Gaza

Patriarkat Yunani Ortodoks dan Patriarkat Latin di Yerusalem, Selasa (27/8/2025), mengeluarkan pernyataan bersama yang memperingatkan adanya bahaya pengusiran paksa secara massal terhadap warga sipil di Gaza.

Kedua lembaga gereja itu mengecam keras serangan Israel yang masih berlangsung.

Mereka menyerukan komunitas internasional segera bertindak untuk mengakhiri apa yang mereka sebut sebagai “perang sia-sia dan destruktif”.

Selain itu, keduanya mendesak adanya upaya serius untuk mengembalikan para sandera Israel.

Dalam pernyataan bersama, kedua patriarkat menyinggung pengumuman Pemerintah Israel beberapa pekan lalu yang menyatakan rencana menguasai Kota Gaza.

Langkah itu, menurut mereka, kini mulai diwujudkan dengan persiapan operasi militer baru sekaligus perintah evakuasi sejumlah kawasan permukiman di kota tersebut.

Pekan lalu, Kementerian Pertahanan Israel telah menyetujui rencana operasi militer dengan sandi “Arabaat Gideon II”, yang diajukan Kepala Staf Militer Israel, Eyal Zamir.

Pemerintah bahkan secara terbuka menyatakan bahwa “pintu neraka akan dibuka”.

Menurut kedua patriarkat, pernyataan itu bukan sekadar ancaman, melainkan sudah menjelma menjadi kenyataan yang tragis di lapangan.

Sejak awal perang, kompleks Gereja Santo Porphyrios milik Ortodoks Yunani dan kompleks Gereja Keluarga Kudus milik Latin di Kota Gaza menjadi tempat perlindungan bagi ratusan warga sipil.

Mulai dari lansia, perempuan, anak-anak, hingga penyandang disabilitas yang dirawat oleh para suster.

Kelaparan dan kekurangan gizi

Namun, situasi di kedua kompleks itu kian memburuk. Kelangkaan pangan dan malnutrisi membuat kehidupan para pengungsi semakin rentan.

Patriarkat menegaskan, melarikan diri ke Gaza bagian selatan sama artinya dengan “vonis mati” bagi banyak pengungsi.

Karena itu, para imam dan suster memilih bertahan demi tetap memberikan perlindungan.

“Tidak ada masa depan yang bisa dibangun di atas penawanan, pengusiran, atau dendam terhadap rakyat Palestina,” demikian isi pernyataan.

Kedua patriarkat mengutip seruan Paus Fransiskus yang, beberapa hari sebelumnya, menegaskan pentingnya menghormati identitas dan hak setiap bangsa serta menolak pembuangan paksa.

Keduanya juga menekankan bahwa tidak ada alasan apa pun yang bisa membenarkan pengusiran massal dan paksa terhadap warga sipil.

Seruan mereka jelas: hentikan perang, akhiri lingkaran kekerasan, dan letakkan kepentingan bersama di atas segalanya.

Sejak 7 Oktober 2023, Israel melancarkan serangan yang oleh banyak pihak dinilai sebagai bentuk genosida di Gaza.

Serangan itu mencakup pembunuhan, penghancuran infrastruktur, kelaparan sistematis, dan pengusiran paksa, meski berulang kali mendapat kecaman internasional serta perintah penghentian dari Mahkamah Internasional.

Hingga Selasa (27/8/2025), data otoritas Palestina menyebut korban jiwa mencapai 62.819 orang, dengan 158.629 orang luka-luka.

Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. Masih ada lebih dari 9.000 orang hilang, sementara ratusan ribu lainnya terusir dari rumah.

Kondisi kelaparan yang meluas juga merenggut 303 nyawa, termasuk 117 anak-anak. Situasi ini menambah daftar panjang tragedi kemanusiaan yang membayangi Gaza selama hampir dua tahun terakhir.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular