Gelombang kecaman internasional mengemuka atas rencana permukiman baru yang disetujui Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich di Tepi Barat, yang berpotensi mengisolasi Kota Yerusalem dan memutus konektivitas antara wilayah utara dan selatan Tepi Barat.
Rencana yang dikenal dengan nama “E1” itu sejatinya sudah dibekukan selama bertahun-tahun.
Proyek ini mencakup pembangunan lebih dari 3.400 unit hunian di permukiman Ma’ale Adumim.
Wali kota Ma’ale Adumim menyatakan bahwa langkah ini akan “menghancurkan sepenuhnya mimpi berdirinya negara Palestina”.
Sementara Ketua Dewan Regional Permukiman Tepi Barat menilai pengumuman ini semakin mendekatkan Israel pada “penerapan kedaulatan penuh atas Tepi Barat”.
Menurut laporan lembaga penyiaran Israel, 19 kepala dewan permukiman di Tepi Barat dan sekitar Jalur Gaza menyerukan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memberlakukan kedaulatan penuh atas Tepi Barat.
Dalam petisi yang mereka ajukan, disebutkan bahwa negara Palestina tidak boleh berdiri karena dianggap akan menjadi “basis teror” di dekat pusat Israel dan mengancam eksistensinya.
Mereka mendesak Netanyahu mengambil langkah nyata, bukan sekadar pernyataan politik.
Di pihak lain, Pemerintah Provinsi Yerusalem memperingatkan bahwa reaktivasi proyek E1, yang dibekukan sejak empat tahun lalu, adalah bentuk “deklarasi perang”.
Dalam pernyataannya, pemerintah provinsi menegaskan bahwa proyek ini bertujuan memisahkan utara dan selatan Tepi Barat, mengisolasi Yerusalem dari lingkungan Arabnya, serta menggusur warga Khan al-Ahmar dan komunitas Badui.
Mereka menyerukan masyarakat internasional, PBB, dan Mahkamah Pidana Internasional untuk bertindak cepat menghentikan langkah ini dan menjatuhkan sanksi terhadap Israel.
Turki
Turki melalui Kementerian Luar Negeri mengecam keras persetujuan proyek tersebut.
“Kami mengutuk persetujuan Israel atas rencana pembangunan permukiman di area E1,” demikian pernyataan resmi.
Ankara menilai langkah itu mengabaikan hukum internasional dan resolusi PBB, sekaligus mengancam keutuhan wilayah Palestina, dasar solusi dua negara, serta harapan perdamaian abadi.
Turki kembali menegaskan bahwa satu-satunya jalan menuju perdamaian yang adil adalah melalui pendirian negara Palestina merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota, sesuai perbatasan 1967.
Jerman
Jerman juga menegaskan penolakannya. Kementerian Luar Negeri di Berlin menyatakan menentang keras kelanjutan proyek permukiman itu dan mendesak Israel menghentikan seluruh pembangunan permukiman di wilayah Palestina.
Nada serupa datang dari Spanyol. Menteri Luar Negeri José Manuel Albares menyebut keputusan tersebut sebagai “pelanggaran baru terhadap hukum internasional” yang akan merusak solusi 2 negara.
“Kami mengecam keras perluasan permukiman dan kekerasan para pemukim,” tulisnya di platform X.
Uni Eropa
Dari Uni Eropa, Kepala Kebijakan Luar Negeri Kaja Kallas meminta Israel membatalkan proyek itu.
Menurutnya, keputusan tersebut “semakin merusak solusi dua negara dan melanggar hukum internasional”.
Kallas memperingatkan bahwa jika proyek ini dijalankan, konektivitas geografis antara Yerusalem Timur dan Tepi Barat akan terputus, demikian pula hubungan antara wilayah utara dan selatan Tepi Barat.