Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, menyatakan bahwa mayoritas rakyat Israel mendukung penghentian perang di Jalur Gaza, penarikan pasukan militer, serta pengiriman bantuan kemanusiaan.
Ia menegaskan bahwa Gaza merupakan wilayah Palestina dan bahwa perang yang berlangsung hanya akan memperpanjang penderitaan, tanpa membawa hasil nyata.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera Mubasher yang disiarkan baru-baru ini, Olmert menilai bahwa hanya Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang memiliki kapasitas untuk mendorong tercapainya penyelesaian konflik tersebut.
“Kita perlu menghentikan perang dan membebaskan para sandera dengan imbal balik pembebasan tahanan Palestina. Saatnya menarik pasukan dari Gaza karena itu adalah wilayah Palestina,” ujarnya.
Olmert mengakui bahwa Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa sempat mendukung Israel dalam merespons serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 dengan alasan membela diri.
Namun, ia menilai bahwa sejak awal, sudah diketahui bahwa operasi militer ini akan membawa risiko besar terhadap warga sipil.
“Waktu telah berlalu. Ini bukan lagi tentang apa yang terjadi 18 bulan lalu. Kini kita harus fokus pada penghentian konflik dan memprioritaskan keselamatan para sandera dan warga sipil,” tegas Olmert.
Ia memperingatkan bahwa kelanjutan perang justru akan membahayakan sandera yang masih ditahan dan berujung pada korban jiwa yang lebih besar di pihak warga Palestina.
“Tidak ada alasan untuk terus melanjutkan kekerasan yang hanya memperdalam luka kemanusiaan,” imbuhnya.
Kritik tajam terhadap Netanyahu dan dua menteri
Dalam pernyataannya, Olmert juga mengkritik keras Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan dua menteri dalam kabinetnya, yakni Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.
Ketiganya, menurut Olmert, tidak merepresentasikan suara mayoritas warga Israel.
“Ben Gvir dan Smotrich adalah teroris. Mereka sama berbahayanya dengan musuh eksternal Israel,” ucapnya tegas.
Netanyahu sendiri kini berstatus sebagai pihak yang dimintai pertanggungjawaban oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Dalam beberapa kesempatan, ia menyatakan keinginannya untuk mempertahankan pendudukan permanen di Gaza. Namun, Olmert menyebut bahwa langkah tersebut ditolak oleh banyak warga Israel.
Ia juga mengungkapkan harapannya agar perpecahan internal di Israel mengenai arah perang ini justru dapat menjadi momen penting untuk mengembalikan hak-hak rakyat Gaza.
“Saya mendengar langsung dari utusan Amerika Serikat, Steve Wietcuff, bahwa ada upaya serius untuk mencapai kesepakatan yang tidak hanya membebaskan sandera, tetapi juga menyelesaikan konflik bersejarah antara Israel dan Palestina,” tambah Olmert.
Ia pun menyerukan perlunya pemilu baru di Israel untuk mengganti pemerintahan saat ini, yang menurutnya telah gagal mengarahkan negara menuju penyelesaian damai dan berkelanjutan.
“Kita butuh kepemimpinan baru yang tidak menutup mata terhadap kemanusiaan dan masa depan perdamaian,” ujarnya.
Trump yang mampu hentikan perang Gaza
Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, kembali menegaskan bahwa hanya Donald Trump yang memiliki pengaruh cukup kuat untuk memaksa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menghentikan perang di Jalur Gaza serta mendorong tercapainya kesepakatan pertukaran tahanan antara Israel dan Palestina.
Dalam pernyataan terbaru yang disampaikan kepada Al Jazeera Mubasher, Olmert juga menegaskan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kebijakan perang pasca serangan 7 Oktober 2023 harus disingkirkan dari pemerintahan Israel.
“Tidak ada alasan militer atau strategis yang membenarkan kelanjutan perang ini. Rakyat Israel tidak mendukung pengusiran warga Palestina dari Gaza,” ujar Olmert.
Ia menyampaikan bahwa Steven Wietkoff, utusan khusus AS, telah meyakinkannya bahwa terdapat rancangan kesepakatan baru yang berpeluang mengembalikan para sandera Israel.
Dalam pandangan Olmert, baik Trump maupun Wietcuff memiliki kemampuan untuk menekan Netanyahu agar menghentikan perang yang, menurutnya, telah menghancurkan citra Israel di mata dunia.
“Sudah saatnya kita memilih pemerintahan baru yang mampu membawa Israel menuju perdamaian dan memulihkan reputasinya yang rusak,” ucapnya.
Olmert kembali mengulang seruannya agar dua tokoh sayap kanan, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, segera dikeluarkan dari pemerintahan. Keduanya ia sebut sebagai “teroris” yang berbahaya bagi demokrasi Israel.
“Saya berharap Ben Gvir dan Smotrich segera disingkirkan dari pemerintahan. Dan saya yakin, Trump serius ingin memaksa Netanyahu menghentikan perang ini secepat mungkin,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa gencatan senjata adalah satu-satunya cara untuk memastikan kembalinya para sandera dari Gaza.
Menurutnya, suara-suara yang menentang kelanjutan perang kini terus bertambah, mencerminkan keinginan rakyat untuk mengakhiri penderitaan.
“Saya yakin, kita akan menang melawan pemerintahan Netanyahu. Dan dalam pemilu mendatang, Netanyahu pasti akan kalah,” tambah Olmert dengan nada optimistis.
Di akhir pernyataannya, Olmert menekankan kembali pentingnya solusi dua negara sebagai jalan satu-satunya menuju perdamaian abadi di kawasan.
“Satu-satunya jalan keluar adalah mendirikan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” katanya.
Ia juga mengecam keras kehadiran tokoh-tokoh ekstrem di pemerintahan Israel saat ini.
“Tangan Ben Gvir berlumuran darah. Tidak ada tempat bagi orang seperti dia dalam negara yang mengklaim sebagai demokrasi,” tegas Olmert.
Sebelumnya, Olmert juga menulis opini di harian Haaretz berjudul “Cukup Sudah” yang berisi seruan keras untuk menghentikan apa yang ia sebut sebagai “pembantaian massal” yang tengah terjadi di Jalur Gaza.
Dalam tulisan itu, Olmert mendesak agar Israel segera mengubah arah kebijakan dan menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil.