Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, menyatakan bahwa apa yang dilakukan negaranya di Jalur Gaza saat ini “nyaris merupakan kejahatan perang”.
Dalam wawancara dengan BBC pada Selasa (21/5), Olmert menggambarkan situasi perang yang tengah berlangsung sebagai “kematian ribuan warga sipil Palestina yang tak bersalah, serta banyak tentara yang tewas.”
Olmert menegaskan bahwa operasi militer yang dilancarkan Israel tidak memiliki tujuan yang jelas dan tidak memberikan peluang untuk menyelamatkan para sandera.
“Ini adalah perang tanpa arah dan tanpa harapan mencapai hasil apa pun yang dapat menyelamatkan nyawa,” ujarnya.
Kritik terhadap kebijakan militer Israel tidak hanya datang dari dalam negeri. Harian Yedioth Ahronoth, salah satu surat kabar terbesar di Israel, melaporkan bahwa posisi internasional Israel saat ini berada pada titik terendah sepanjang sejarah.
Mengutip seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Israel yang tak disebutkan namanya, surat kabar tersebut menuliskan bahwa Israel menghadapi “tsunami diplomatik” yang sesungguhnya.
Selain itu, tulisnya, bahwa situasinya merupakan yang terburuk yang pernah kami alami; dunia tidak lagi berpihak pada kami.
Ancaman diplomatik yang belum pernah terjadi sebelumnya kini datang dari tiga negara Barat utama: Inggris, Prancis, dan Kanada.
Menurut Yedioth Ahronoth, pernyataan ketiganya merupakan kecaman paling keras yang pernah disampaikan terhadap Israel, bahkan sampai membuat negara tersebut tampak seperti “paria di panggung internasional”.
Sumber di Kementerian Luar Negeri itu juga menyebut bahwa sejak November 2023, citra yang tersaji ke dunia hanyalah anak-anak Palestina yang menjadi korban dan rumah-rumah yang hancur.
Ia menambahkan, Israel tidak memiliki rencana jelas untuk masa setelah perang.
“Yang tampak hanyalah kematian dan kehancuran,” katanya.
Pada hari yang sama, Yair Golan, Ketua Partai Demokratik Israel yang juga mantan jenderal militer, menyampaikan kritik tajam melalui radio publik milik pemerintah.
Ia mengatakan bahwa negara yang waras tidak melancarkan perang terhadap warga sipil, tidak menjadikan pembunuhan anak-anak sebagai kebiasaan, dan tidak menjalankan kebijakan pengusiran massal.
Sejak 7 Oktober 2023, dengan dukungan Amerika Serikat (AS), Israel melancarkan operasi militer besar-besaran di Gaza.
Menurut data otoritas kesehatan di wilayah tersebut, serangan yang berlangsung selama berbulan-bulan telah menewaskan dan melukai lebih dari 175.000 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Selain itu, lebih dari 11.000 orang dilaporkan hilang, dan ratusan ribu lainnya mengungsi dari tempat tinggal mereka.