Saturday, December 21, 2024
HomeBeritaEkonomi Israel 2024-2025 diramal memburuk, defisit di depan mata

Ekonomi Israel 2024-2025 diramal memburuk, defisit di depan mata

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memprediksi perang Israel melawan Hamas, Hizbullah, dan kelompok proksi Iran akan terus mempengaruhi perekonomian dan keuangan negara tersebut.

Dalam proyeksi yang disampaikan pada Rabu (4/12), OECD menyebutkan faktor utama proyeksi tersebut adalah tingginya pengeluaran anggaran militer dan tingkat konsumsi swasta yang stagnan.

OECD menurunkan proyeksi pertumbuhan PDB Israel menjadi hanya 0,6% pada 2024, lebih rendah dari proyeksi pada Mei lalu sebesar 1,9% dan 2,4% pada 2025, dibandingkan dengan 4,6% sebelumnya.

Proyeksi pertumbuhan PDB untuk 2025 ini lebih rendah dari perkiraan Bank of Israel yang sebesar 3,8% dan 4,4% dari Kementerian Keuangan. Namun pada tahun 2026, OECD memprediksi Israel akan mencatatkan pemulihan ekonomi dengan pertumbuhan 4,6%.

“Konflik yang berkembang di Timur Tengah sejak Oktober 2023 akan terus mempengaruhi aktivitas ekonomi,” tulis OECD dalam laporan outlook ekonomi.

“Setelah sempat pulih cepat dari tekanan usai peristiwa 7 Oktober 2023, tingkat konsumsi swasra tumbuh melambat, dengan keyakinan konsumen tetap lemah pada Oktober 2024.”

OECD juga memperkirakan normalisasi iklim investasi dan bisnis baru akan bisa meningkatkan tingkat ekspor dan konsumsi swasta mulai pertengahan 2025.

OECD, organisasi yang terdiri dari negara-negara kaya termasuk Israel, mengingatkan bahwa “risiko yang akan datang sangat besar.”

“Konflik yang semakin membutuk akan kian membebani aktivitas ekonomi dan defisit fiskal yang sudah besar,” kata OECD.

“Dampak hilangnya kepercayaan investor asing bisa menyebabkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Israel melonjak, dan ini akan menjadi tekanan bagi nilai mata uang mereka.”

Pekan lalu, gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon mulai berlaku. Gencatan ini berusaha mengakhiri hampir 14 bulan pertempuran yang dimulai oleh Hezbollah di perbatasan utara Israel.

Menurut perkiraan Bank of Israel, perang ini diperkirakan akan menghabiskan lebih dari 250 miliar NIS ($67 miliar) atau setara Rp1.038 trliiun untuk biaya pertahanan dan sipil antara 2023 dan 2025.

Selain itu, dengan defisit anggaran yang mencapai 7,9% dari PDB pada November lalu, lebih tinggi dari target 6,6% yang ditetapkan untuk 2024, dan penurunan peringkat kredit Israel, OECD mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi kebijakan fiskal guna mengurangi defisit anggaran dalam beberapa tahun mendatang.

OECD juga menyarankan agar pemerintah meningkatkan pendapatan untuk membiayai pengeluaran pertahanan yang lebih tinggi secara permanen, sambil fokus pada pengeluaran untuk sektor penting seperti riset, pendidikan, dan investasi publik.

OECD juga mendorong pemangkasan subsidi yang mendorong orang untuk tidak bekerja, khususnya bagi kalangan pria ultra-Ortodoks.

OECD mencatat bahwa ketegangan geopolitik dan konflik yang melibatkan banyak pihak telah mengganggu perdagangan luar negeri.

Serangan kapal di Laut Merah membuat biaya pengiriman menjadi lebih mahal, dan berkurangnya aktivitas penerbangan membuat perdagangan jasa juga terhambat.

Ditambah lagi, ketegangan yang meningkat sejak pertengahan 2024 juga merugikan sektor teknologi tinggi, menghentikan kenaikan harga saham perusahaan-perusahaan teknologi tinggi, sementara tingkat pariwisata asing juga hampir tidak ada.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular