Monday, November 17, 2025
HomeBeritaEXPLAINER — Apa yang sebenarnya terjadi pada penerbangan pengungsi Gaza ke Afrika...

EXPLAINER — Apa yang sebenarnya terjadi pada penerbangan pengungsi Gaza ke Afrika Selatan?

Sejumlah kelompok masyarakat sipil di Afrika Selatan menuduh Israel berada di balik perpindahan paksa warga Palestina dari Gaza, setelah beberapa penerbangan “misterius” yang membawa ratusan warga Palestina mendarat di Bandara Internasional OR Tambo dekat Johannesburg.

Organisasi kemanusiaan Gift of the Givers Foundation mengatakan penerbangan pertama yang tiba akhir bulan lalu membawa 176 warga Palestina.

Penerbangan kedua dengan pesawat carter, yang sempat singgah di Nairobi, Kenya, membawa 153 pengungsi Palestina. Namun, Otoritas Manajemen Perbatasan Afrika Selatan (BMA) menolak mereka masuk.

BMA mengatakan para pengungsi gagal menjawab pertanyaan imigrasi, tidak dapat menyebutkan lama tinggal di Afrika Selatan, atau memberikan alamat tempat tinggal.
Mereka juga tidak memiliki cap keluar dari Israel di paspor—dokumen yang seharusnya diberikan saat meninggalkan wilayah tersebut.

Para pengungsi itu menunggu hampir 12 jam di landasan, memicu kecaman luas dari kelompok masyarakat sipil.

Presiden Cyril Ramaphosa akhirnya turun tangan dan memerintahkan agar mereka diizinkan masuk.

“Saya mengatakan kita tidak bisa mengembalikan mereka. Meski mereka tidak memiliki dokumen lengkap—mereka dari wilayah perang. Atas dasar belas kasih dan empati, kita harus menerima mereka,” ujarnya, Jumat.

Ramaphosa juga menyatakan keprihatinan: “Tampaknya mereka (warga Palestina) memang sengaja ‘dikeluarkan’. Detailnya akan kita ketahui nanti.”

Ia menyebut pemerintah sedang menyelidiki penerbangan carter “misterius” yang membawa warga Palestina tanpa dokumen lengkap.

Dari 153 penumpang yang tiba Kamis lalu, sekitar 23 melanjutkan perjalanan ke negara tujuan mereka, sementara 130 tetap di Afrika Selatan, ditambah 176 orang yang sebelumnya sudah tiba.

Bagaimana mereka bisa naik pesawat dari Israel?

Nigel Branken, seorang pendeta dan aktivis keadilan sosial Afrika Selatan yang membantu para pengungsi saat pesawat mereka menunggu izin masuk, mengatakan kepada Anadolu bahwa para penumpang mengaku tertarik oleh sebuah situs yang menawarkan jasa evakuasi dari Gaza.

“Pada Juni, mereka diminta membayar di muka untuk dievakuasi. Karena kondisi genosida, mereka sangat putus asa dan tidak tahu apakah perusahaan itu benar atau tidak,” ujarnya.

Para pengungsi mengatakan mereka membayar antara USD 1.500 hingga 5.000 untuk bisa keluar dari Gaza.

Beberapa kelompok Afrika Selatan menuduh perusahaan Al-Majd Europe berada di balik evakuasi tersebut, meski Anadolu tidak dapat memverifikasinya secara independen.

Branken menyebut para pengungsi itu tidak mengetahui ke mana mereka akan dibawa.
Meski beredar kabar mereka akan diterbangkan ke Indonesia atau Malaysia, ternyata mereka tiba di Afrika Selatan.

Mereka diminta siap pukul 02.00 pagi dan menuju kantor ICRC untuk dijemput. Tas besar mereka ditinggalkan, dan hanya diperbolehkan membawa ransel.

Di perbatasan Shalom, tentara meminta mereka meninggalkan ransel sebelum memasuki pangkalan udara Ramon.

“Ketika pesawat pertama tiba di Afrika Selatan pada 28 Oktober, orang-orang meninggalkan obat-obatan, mainan anak, semua barang pribadi. Mereka tidak mendapat cap keluar atau dokumen elektronik dari Israel,” ujar Branken.

Penerbangan pertama masuk tanpa hambatan, sementara penerbangan kedua mengalami keterlambatan dan penolakan awal.

Kedutaan Palestina di Pretoria mengimbau warga Gaza berhati-hati terhadap organisasi atau perantara tidak resmi, dan berhubungan hanya dengan perwakilan resmi.

Tuduhan pembersihan etnis

“Kami yakin bahwa pemindahan warga Palestina yang menyebabkan drama traumatis di Bandara OR Tambo dilakukan dengan kolusi langsung rezim Israel,” kata Iqbal Jassat dari Media Review Network.

Ia mengatakan tidak ada warga Palestina di Gaza yang dapat mendekati “garis kuning imajiner” tanpa ditembak.

Proses pengungsian yang membawa mereka melintasi wilayah yang masih dikuasai militer Israel menuju bandara Ramon dianggap sebagai bagian dari “kampanye pembersihan etnis yang sistematis.”

Imtiaz Sooliman, pendiri Gift of the Givers, menuduh Israel memaksa warga Palestina meninggalkan tanah mereka dengan menempatkan mereka di bus dan pesawat.

“Ini bagian dari pembersihan etnis. Mereka mencoba bom 2.000 pon, membunuh puluhan ribu orang, menghancurkan rumah sakit, dokter, jurnalis—dan ketika semuanya gagal, kini mereka memindahkan orang dengan mobil dan pesawat,” katanya kepada eNCA.

Ia menuduh Israel membunuh 13.000 tenaga kesehatan, membom puluhan fasilitas medis, dan menggunakan fosfor serta bahan kimia.

Na’eem Jeenah, akademisi Afrika Selatan yang membantu para pengungsi, menyalahkan Israel karena menempatkan warga Palestina di penerbangan tanpa dokumen dan tanpa memberi tahu tujuan mereka.

Ia menuduh Al-Majid Europe sebagai “proyek Israel.”

Menurutnya, banyak penumpang bahkan tidak tahu ke mana mereka akan pergi; satu orang memiliki pemesanan hotel di Mumbai, dan lainnya di Kuala Lumpur.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler