Saturday, March 15, 2025
HomeBeritaEXPLAINER: Kenapa Trump tahan aktivis pro Palestina Mahmoud Khalil?

EXPLAINER: Kenapa Trump tahan aktivis pro Palestina Mahmoud Khalil?

Mahmoud Khalil, seorang warga negara Aljazair keturunan Palestina, ditangkap pada hari Sabtu oleh US Immigration and Customs Enforcement (ICE) di apartemennya yang dimiliki oleh Universitas Columbia di Manhattan, New York.

Khalil adalah lulusan baru dari School of International and Public Affairs di universitas tersebut, serta merupakan tokoh terkemuka dalam gerakan pro-Palestina di Columbia, termasuk dalam kegiatan Gaza Solidarity Encampment.

Pada tahun 2024, kamp-kamp solidaritas Palestina yang diprakarsai oleh mahasiswa muncul di seluruh Amerika Serikat sebagai bagian dari protes terhadap serangan Israel di Palestina.

Kamp-kamp ini menjadi elemen penting dalam gerakan mahasiswa yang menuntut agar universitas-universitas menarik investasi dari perusahaan-perusahaan yang mendukung Israel.

Khalil, yang merupakan penduduk tetap Amerika Serikat, telah menjadi figur yang sangat mencolok dalam gerakan-gerakan ini.

Penangkapannya memicu kemarahan luas dan menimbulkan pertanyaan mengenai kebebasan berpendapat, kebijakan imigrasi, dan penargetan aktivis.

Aktivisme Khalil membuatnya menjadi sasaran yang jelas di tengah meningkatnya ketegangan atas protes kampus dan tindakan keras yang dilakukan pemerintahan Trump terhadap apa yang dianggapnya sebagai kegiatan “anti-Amerika”.

Mengapa Khalil ditahan?

Penangkapan Khalil terjadi setelah perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump yang menargetkan “kegiatan pro-teroris, anti-Semit, dan anti-Amerika” di kampus-kampus universitas.

“Kami tahu ada lebih banyak mahasiswa di Columbia dan universitas-universitas lain yang terlibat dalam kegiatan pro-teroris, anti-Semit, dan anti-Amerika, dan Pemerintahan Trump tidak akan mentolerirnya,” kata Trump.

Pihak berwenang awalnya berusaha untuk mencabut visa Khalil, namun kemudian mengetahui bahwa dia adalah penduduk tetap dan mencoba untuk mencabut kartu hijau (green card)-nya.

Departemen Keamanan Dalam Negeri menuduhnya terlibat dalam kegiatan yang “sejalan dengan” kelompok Palestina Hamas.

Menanggapi langkah ini, Menteri Luar Negeri Marco Rubio membela tindakan tersebut dengan menyatakan, “Datang ke Amerika Serikat dengan visa adalah hak istimewa, bukan hak.” Ia menuduh Khalil mendukung Hamas.

Trump menyebut penahanan Khalil sebagai “penangkapan pertama dari banyak penangkapan lainnya,” yang menunjukkan adanya tindakan keras yang lebih luas terhadap aktivisme pro-Palestina.

Proses hukum

Khalil pertama kali ditahan di New Jersey sebelum dipindahkan ke Pusat Penahanan LaSalle di Louisiana, sebuah fasilitas yang dikenal untuk menahan para tahanan imigrasi.

Seorang hakim federal untuk sementara memblokir deportasi Khalil pada Senin. Hakim Jesse Furman memerintahkan agar Khalil tidak dideportasi sampai proses pengadilan lebih lanjut, dengan menekankan pentingnya menjaga yurisdiksi atas kasus ini.

Pada sidang hari Rabu, Furman juga memberikan akses kepada tim hukum Khalil setelah pengacara menyampaikan kekhawatiran mengenai keterbatasan komunikasi. Sidang lanjutan dijadwalkan pada 27 Maret di pengadilan imigrasi untuk menentukan keabsahan status kartu hijau Khalil.

Reaksi terhadap penahanan

Penahanan Khalil telah menuai kecaman luas dari organisasi hak asasi manusia, anggota legislatif, dan aktivis. American Civil Liberties Union (ACLU) menyebut penahanan tersebut sebagai “tidak pernah terjadi sebelumnya, ilegal, dan tidak Amerika,” dan menuduh pemerintah menargetkan individu berdasarkan pandangan politik mereka.

Agnes Callamard, Sekretaris Jenderal Amnesty International, menggambarkan penangkapan itu sangat mengejutkan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar Amerika Serikat, termasuk kebebasan berekspresi.

Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menekankan pentingnya menegakkan hak untuk berkumpul secara damai dan kebebasan berbicara.

Anggota Kongres, termasuk Senator Bernie Sanders dan anggota DPR Rashida Tlaib, Ilhan Omar, dan Ayanna Pressley, mengecam penahanan ini.

Sanders menyebutnya sebagai upaya ilegal untuk menekan perbedaan pendapat politik, sementara 14 anggota Kongres menandatangani surat yang menuntut pembebasan Khalil, menyebut penangkapannya sebagai “serangan langsung terhadap kebebasan berbicara.”

Protes meletus di seluruh AS, dengan lebih dari 1.000 demonstran berkumpul di New York City pada hari Senin untuk mengecam penangkapan tersebut sebagai penganiayaan politik.

Para pengunjuk rasa mengkritik upaya pemerintahan Trump untuk membungkam kebebasan berpendapat.

Salah satu demonstran berujar, “Amerika Serikat sedang memberlakukan banyak undang-undang dan perintah eksekutif untuk mencegah kami mengungkapkan pendapat kami, membela Palestina, dan membela hak asasi manusia.”

Implikasi lebih lanjut

Kasus Khalil telah menjadi titik api dalam debat yang sedang berlangsung mengenai kebebasan berbicara, imigrasi, dan keamanan nasional. Para kritikus berargumen bahwa pemerintahan Trump menggunakan penegakan imigrasi untuk menargetkan lawan politik dan menekan aktivisme, terutama di kampus-kampus universitas.

Kasus ini juga menyoroti upaya lebih luas pemerintahan tersebut untuk membatasi advokasi pro-Palestina, yang semakin berkembang sebagai respons terhadap perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 48.500 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta menghancurkan Gaza.

Hasil dari kasus ini dapat menciptakan preseden bagi bagaimana pemerintah AS menangani situasi serupa di masa depan, dengan dampak signifikan terhadap kebebasan berbicara dan kebijakan imigrasi.

Sementara itu, Khalil tetap ditahan, terpisah dari istrinya yang merupakan warga negara AS dan sedang mengandung delapan bulan, serta menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular