Friday, July 18, 2025
HomeBeritaEXPLAINER - Siapa kaum Druze dan mengapa Israel serang Suriah dengan dalih...

EXPLAINER – Siapa kaum Druze dan mengapa Israel serang Suriah dengan dalih melindungi mereka?

Perkembangan terbaru di Suriah kembali menyoroti kaum Druze, terutama menjelang pengumuman penarikan pasukan militer dan keamanan dari kota Suweida.

Langkah ini dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemerintah dan tokoh-tokoh Druze, bersamaan dengan gelombang serangan udara Israel ke wilayah Suriah dengan dalih “melindungi kaum Druze”.

Dalam lanskap politik yang kompleks di kawasan, kaum Druze memiliki posisi tersendiri.

Mereka tersebar di wilayah perbatasan yang mencakup Lebanon, Suriah, Yordania, Israel, hingga Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.

Siapakah kaum Druze?

Druze merupakan komunitas religius Arab yang dikenal dengan ikatan internal yang kuat. Mereka tinggal di berbagai kawasan, mulai dari wilayah sekitar Damaskus dan Jabal al-Arab (Gunung Druze) di Suriah, hingga ke Lebanon dan Israel.

Ajaran keagamaan mereka berkembang pada abad ke-11, memuat unsur-unsur dari Islam dan sejumlah filsafat lainnya, dan dijalankan secara tertutup.

Di Suriah, kaum Druze mayoritas tinggal di Provinsi Suweida, wilayah selatan yang berbatasan langsung dengan Yordania, serta sebagian daerah di Quneitra yang berdekatan dengan Dataran Tinggi Golan. Di ibu kota Damaskus, mereka juga mendiami kawasan Jaramana.

Di Israel, komunitas ini tersebar di bagian utara dan wilayah Golan yang diduduki. Sementara di Lebanon, mereka terkonsentrasi di kawasan pegunungan seperti Chouf dan Aley, serta di selatan, termasuk wilayah Hasbaya.

Peran politik regional

Meski jumlah mereka relatif kecil, pengaruh kaum Druze dalam dinamika politik di negara-negara tempat mereka tinggal tidak bisa diabaikan.

Di Israel, populasi Druze mencapai sekitar 150.000 jiwa. Banyak dari mereka turut serta dalam dinas militer dan kepolisian, bahkan hingga di medan konflik seperti di Gaza.

Sebagian dari mereka juga menduduki posisi tinggi dalam struktur militer dan politik, membuat suara komunitas ini cukup diperhitungkan oleh para pengambil kebijakan di Tel Aviv.

Namun, tidak semua kaum Druze di Israel menyatakan diri sebagai warga negara Israel. Lebih dari 20.000 orang Druze di Dataran Tinggi Golan yang diduduki masih menyatakan loyalitas mereka kepada Suriah, menjaga hubungan erat dengan keluarga di seberang perbatasan.

Seiring seruan dari sebagian Druze di Israel untuk membantu saudara mereka di Suriah.

Para pemimpin Israel kerap menjadikan “perlindungan kaum Druze” sebagai dalih untuk melakukan serangan ke wilayah Suriah dalam beberapa bulan terakhir.

Di Suriah sendiri, populasi Druze diperkirakan mencapai sekitar satu juta jiwa. Mereka sempat turun ke jalan dalam gelombang unjuk rasa menentang Presiden Bashar al-Assad pada tahun 2011.

Namun, berbeda dari kawasan Sunni, konfrontasi langsung antara Druze dan pemerintah saat itu tidak mencuat ke permukaan.

Sejak kejatuhan rezim Assad pada Desember tahun lalu, hubungan antara komunitas Druze dan otoritas baru di Damaskus mulai retak, bahkan memicu bentrokan dalam beberapa kesempatan.

Sebagian tokoh Druze menyerukan upaya rekonsiliasi dengan pemerintah baru, namun tokoh lain, seperti Syaikh Hikmat al-Hijri, menyatakan penolakan terbuka.

Ia mendorong perlawanan terhadap pasukan pemerintah, bahkan menyerukan perlindungan internasional, termasuk permintaan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Namun demikian, pendekatan ini tidak diterima semua pihak. Tokoh terkemuka Druze asal Lebanon, Walid Jumblatt, menolak keras gagasan bahwa Israel bisa menjadi pelindung Druze Suriah.

Ia memperingatkan bahaya permintaan “perlindungan internasional” dan menyerukan persatuan nasional bagi seluruh rakyat Suriah.

Apa motif Israel?

Serangan udara Israel ke Suriah bukanlah hal baru. Saat Bashar al-Assad masih berkuasa, Israel secara berkala membombardir wilayah Suriah dengan alasan membendung pengaruh Iran dan kelompok-kelompok bersenjata yang didukung Teheran.

Pemerintah baru Suriah kini dianggap oleh Israel sebagai ancaman “jihadis”.

Israel menolak keberadaan milisi baru di wilayah selatan Suriah, dan menyerukan agar kawasan dari Dataran Tinggi Golan hingga Gunung Druze dijadikan zona bebas senjata.

Sejak Desember lalu, Israel bahkan dilaporkan telah menguasai sebagian wilayah Suriah di dekat perbatasan Golan yang diduduki.

Presiden Suriah saat ini, Ahmad al-Shara, dalam pidato yang disiarkan televisi pada Kamis (waktu setempat), menegaskan bahwa kaum Druze merupakan bagian tak terpisahkan dari struktur bangsa Suriah.

Ia menjanjikan perlindungan atas hak-hak mereka, sembari mengecam apa yang disebutnya sebagai upaya Israel menebar kekacauan.

“Entitas Israel selalu berusaha menciptakan ketidakstabilan dan memecah belah masyarakat kami. Kini, dengan dalih melindungi Druze, mereka ingin menjadikan tanah kami sebagai panggung kekacauan tanpa akhir,” ujar Shara.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular