Seorang anak perempuan di Gaza dilaporkan meninggal dunia akibat kekurangan gizi akut di tengah krisis kemanusiaan yang kian memburuk di wilayah tersebut.
Sementara itu, Program Pangan Dunia (WFP) Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan bahwa keluarga-keluarga di Gaza berada di ambang kehancuran total, dan bantuan yang masuk masih jauh dari memadai.
Menurut keterangan dari Kompleks Medis Nasser, anak perempuan tersebut mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Anak dan Bersalin di Khan Younis, Gaza bagian selatan, akibat komplikasi serius dari malnutrisi.
Data WFP sebelumnya menyebutkan bahwa lebih dari 70.000 anak-anak di Gaza saat ini berada dalam kondisi kekurangan gizi akut.
Situasi ini diperburuk oleh terbatasnya akses bantuan kemanusiaan ke wilayah yang telah diblokade oleh Israel sejak berbulan-bulan lalu.
Peringatan lebih lanjut datang dari pejabat PBB yang menyatakan bahwa sebanyak 14.000 bayi di Gaza berpotensi kehilangan nyawa jika tidak ada bantuan kemanusiaan yang segera masuk.
Blokade yang terus berlangsung menghambat penyaluran makanan, air bersih, serta layanan medis dasar.
Peringatan PBB
Pada hari Senin (10/6), WFP kembali menegaskan bahwa keluarga-keluarga di Gaza “hidup di tepi jurang”.
WFP juga menyerukan kepada Israel agar segera mengizinkan pengiriman bantuan tanpa hambatan untuk memenuhi kebutuhan besar warga sipil di wilayah itu.
Dalam pernyataan terpisah, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Farhan Haq, mengatakan bahwa operasi bantuan kemanusiaan di Gaza terancam berhenti sepenuhnya dalam beberapa hari mendatang jika tidak ada solusi konkret yang diambil.
“Perserikatan Bangsa-Bangsa telah berulang kali mencoba mengakses cadangan bahan bakar untuk menyelamatkan operasi bantuan, tetapi permintaan tersebut ditolak oleh pihak Israel,” ujar Haq.
Ia juga menambahkan bahwa stok bahan bakar di Gaza sudah berada di titik kritis, yang mengancam kelangsungan layanan-layanan dasar serta operasi kemanusiaan yang tersisa.
“Perangkap maut”
Di tengah situasi kemanusiaan yang semakin genting, serangan militer Israel terhadap warga Gaza yang tengah berusaha mendapatkan bantuan terus berlanjut.
Senin (10/6), sumber medis di Rumah Sakit Nasser melaporkan bahwa sedikitnya 14 warga Palestina gugur akibat serangan udara Israel yang terjadi di dekat pusat distribusi bantuan milik perusahaan Amerika Serikat di wilayah barat Rafah, Gaza selatan.
Sementara itu, Rumah Sakit Al-Awda di wilayah Nuseirat juga melaporkan lebih dari 30 warga mengalami luka-luka setelah pesawat nirawak Israel menembakkan peluru dan bom.
Serangan itu diarahkan ke kerumunan warga sipil yang sedang berkumpul di sekitar pusat bantuan di wilayah yang sama.
Menanggapi kejadian ini, Kantor Media Pemerintah di Gaza menuduh lembaga asal Amerika menyebarkan informasi palsu dan menuduh perlawanan Palestina menghalangi distribusi bantuan.
“Setiap lembaga yang mengklaim diri sebagai lembaga kemanusiaan, namun pada kenyataannya menjadi bagian dari agenda militer, tidak dapat dianggap sebagai entitas kemanusiaan,” ujar pernyataan resmi kantor tersebut.
Di sisi lain, Hamas mengonfirmasi bahwa pada hari yang sama, sedikitnya 10 warga Palestina tewas dan puluhan lainnya luka-luka setelah menjadi sasaran serangan pasukan Israel.
Serangan itu terjadi saat warga berkumpul di sekitar apa yang disebut sebagai pusat bantuan Amerika-Israel, yang oleh Hamas disebut sebagai “perangkap maut” bagi rakyat yang kelaparan di tengah pengepungan dan genosida yang terus berlangsung.
Hamas menyerukan penghentian operasional semua pusat distribusi bantuan yang dianggap bermuatan militer.
Hamas juga menyerukan agar hanya badan-badan resmi dan netral seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan agensinya yang diberi mandat penuh untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Sebelumnya, pada Minggu (9/6), Kantor Media Pemerintah di Gaza juga merilis data bahwa jumlah korban akibat apa yang mereka sebut sebagai “jebakan bantuan Amerika-Israel” telah mencapai 125 warga tewas, 736 luka-luka, dan 9 orang masih dinyatakan hilang sejak 27 Mei lalu.