Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menghalangi kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas. Demikian dilaporkan Anadolu pada Rabu, (17/7).
“Jika kesepakatan tidak tercapai dalam dua minggu, nasib para sandera akan ditentukan,” kata Gallant dalam sebuah pertemuan yang dikutip oleh harian Israel, Yedioth Ahronoth.
Gallant mengatakan bahwa kesepakatan dengan Hamas sudah hampir tercapai, tetapi Netanyahu menghalangi. Karena Netanyahu tidak ingin kehilangan dukungan dari anggota koalisinya, Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, yang ingin perang terus berlanjut.
Menteri Keamanan Nasional Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Smotrich mengancam akan menjatuhkan pemerintahan koalisi Netanyahu jika ada kesepakatan dengan Hamas.
Menurut surat kabar tersebut, Kepala Mossad David Barnea, Kepala Shin Bet Ronan Bar, dan Kepala Staf Militer Herzi Halevi percaya bahwa “Israel akan sulit mencapai kesepakatan di bawah syarat baru Netanyahu.”
Negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas yang dimediasi oleh AS, Qatar, dan Mesir sejauh ini belum berhasil mencapai gencatan senjata permanen yang memungkinkan pertukaran tahanan antara Israel dan Palestina.
Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Lebih dari 38.700 warga Palestina telah tewas, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 89.000 terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari sembilan bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan pasokan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di kota Rafah, selatan Gaza, di mana lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum kota tersebut diserbu pada 6 Mei.