Saturday, June 7, 2025
HomeBeritaGaza rayakan Idul Adha di tengah reruntuhan dan kelangkaan makanan

Gaza rayakan Idul Adha di tengah reruntuhan dan kelangkaan makanan

Warga Palestina di seluruh Jalur Gaza yang porak-poranda memulai Idul Adha, salah satu hari raya paling suci dalam Islam, dengan salat di luar ruangan di antara reruntuhan masjid dan rumah, Jum’at (6/6/2025), tanpa harapan bahwa perang dengan Israel akan segera berakhir.

Dengan sebagian besar wilayah Gaza berubah menjadi puing-puing, pria, wanita, dan anak-anak terpaksa melaksanakan salat Idul Adha di ruang terbuka. Persediaan makanan yang semakin menipis membuat banyak keluarga harus berpuas diri dengan apa pun yang bisa mereka kumpulkan untuk merayakan tiga hari perayaan tersebut.

“Ini adalah hari raya paling buruk yang dialami rakyat Palestina akibat perang yang tidak adil ini,” kata Kamel Emran usai mengikuti salat di Kota Khan Younis, Gaza selatan lansir AP.

“Tidak ada makanan, tidak ada tepung, tidak ada tempat berteduh, tidak ada masjid, tidak ada rumah, tidak ada kasur… Kondisinya sangat, sangat berat.”

Hari raya Idul Adha dimulai pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah dalam kalender Islam, bertepatan dengan musim haji di Arab Saudi. Untuk tahun kedua berturut-turut, warga Gaza tidak dapat menunaikan ibadah haji karena kondisi perang.

Di Gaza City, Sanaa Al-Ghola, seorang perempuan pengungsi dari Shejaiyah, berdiri di reruntuhan pemakaman yang rusak parah dekat masjid yang hampir runtuh. Ia datang untuk berdoa bagi putranya, Mohamed al-Ghoul, yang menurutnya tewas akibat serangan bulan lalu ketika sedang pergi ke rumah kakeknya untuk mengambil tepung. Sang ayah juga terluka dalam serangan tersebut.

“Kami kehilangan rumah, uang, dan segalanya,” katanya sambil menangis sambil memegang foto putranya. “Tidak ada lagi Idul Adha setelah kamu pergi, anakku.”

Idul Adha yang suram di kamp pengungsian

Di kamp pengungsian di Muwasi, keluarga-keluarga menghadapi hari pertama Idul Adha dengan kondisi yang memprihatinkan. Tahrir Abu Jazar, 36 tahun, dari Rafah, menghangatkan sisa lentil dan memasak nasi di dalam tenda. Ia mengaku tak memiliki roti untuk diberikan kepada kelima anaknya yang duduk di tanah tanpa alas.

“Tak ada lagi perayaan Idul Adha. Tak ada pakaian baru, tak ada daging kurban, tak ada uang saku, tak ada kebahagiaan,” katanya.

Ia mengenang masa sebelum perang, ketika anak-anaknya masih bisa menikmati daging kurban. “Anakku mencoba keluar untuk merayakan Idul Adha, tapi ketakutan karena suara jet tempur, jadi dia kembali lagi.”

Serangan dan peringatan baru dari Israel

Di Rafah, sembilan orang dilaporkan tewas saat mencoba mengambil bantuan kemanusiaan di beberapa titik distribusi. Menurut pejabat di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, delapan di antaranya tewas karena luka tembak, sementara satu lainnya karena serpihan peluru.

Militer Israel belum memberikan komentar langsung atas laporan tersebut namun menyatakan sedang menyelidikinya. Sementara itu, Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah lembaga baru yang sebagian besar berisi kontraktor Amerika dan didukung Israel, membantah terjadi kekerasan di Rafah dan mengklaim distribusi bantuan berlangsung “damai dan tanpa insiden.”

Di Gaza utara, Israel kembali mengeluarkan peringatan kepada warga sipil, menyatakan akan melakukan operasi militer intensif setelah mendeteksi peluncuran roket dari wilayah tersebut.

Tentara Israel tewas di Gaza

Pada hari yang sama, militer Israel melaporkan bahwa empat tentaranya tewas dalam sebuah ledakan saat mereka mencari kompleks Hamas di Khan Younis. Ledakan tersebut menyebabkan sebagian bangunan runtuh. Lima tentara lainnya terluka, satu di antaranya dalam kondisi serius.

Peringatan kelaparan dari PBB

Setelah menutup akses semua bantuan selama lebih dari dua bulan, Israel mulai mengizinkan sebagian kecil bantuan masuk untuk PBB. Namun distribusinya sangat terbatas karena pembatasan militer Israel dan kondisi jalan yang tidak aman.

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) di Roma memperkirakan bahwa penduduk Gaza akan menghadapi kondisi kerawanan pangan akut pada bulan September, dengan hampir 500.000 orang mengalami kelaparan ekstrem.

“Artinya, risiko kelaparan kini menyentuh seluruh wilayah Jalur Gaza,” kata Rein Paulson, Direktur Darurat dan Ketahanan FAO.

Dalam dua pekan terakhir, bentrokan sering terjadi di sekitar lokasi distribusi bantuan. Saksi mata melaporkan bahwa tentara Israel melepaskan tembakan ke arah kerumunan, menyebabkan lebih dari 80 orang tewas menurut pejabat rumah sakit Gaza.

Israel menuduh Hamas mencuri bantuan dan mencoba menghalanginya menjangkau warga sipil. Israel juga mengklaim tentaranya hanya melepaskan tembakan peringatan atau menembak orang-orang yang mendekat terlalu dekat.

GHF kemudian mengumumkan di media sosial bahwa mereka menutup semua lokasi distribusi bantuan hingga pemberitahuan lebih lanjut karena alasan keamanan, sebelum mengklarifikasi bahwa penutupan hanya bersifat sementara karena kerumunan yang berlebihan.

Militer Israel menyatakan bahwa ke depan, distribusi akan dilakukan antara pukul 06.00 hingga 18.00 waktu setempat. Di luar jam itu, area distribusi akan dianggap sebagai zona militer tertutup.

Konsultan AS dipecat karena proyek di Gaza

Sementara itu, Boston Consulting Group (BCG), sebuah perusahaan konsultan manajemen terkemuka di Amerika Serikat, mengumumkan telah memberhentikan dua mitra kerjanya terkait keterlibatan mereka dalam proyek distribusi bantuan pangan GHF di Gaza.

Dalam pernyataannya, BCG menyatakan bahwa kedua mitra tersebut tidak melaporkan secara benar sifat kerja mereka. “Kedua mitra telah dikeluarkan dari perusahaan,” kata BCG, seraya menambahkan bahwa penyelidikan internal masih berlangsung.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular