Sejumlah media internasional menyoroti beragam aspek konflik yang terus membara di Gaza.
Mulai dari upaya mediasi untuk menghentikan pertempuran, tragedi kemanusiaan yang menimpa anak-anak, hingga sikap politik yang berbeda di panggung global.
The New York Times melaporkan bahwa sejumlah pihak tengah mengupayakan mediasi guna segera mewujudkan gencatan senjata di Jalur Gaza, serta membebaskan para sandera yang masih ditahan.
Namun, upaya ini berlangsung di tengah ancaman serangan besar yang dilontarkan oleh militer Israel terhadap wilayah tersebut.
Meski begitu, media tersebut mencatat adanya sinyal yang saling bertentangan dari Israel, Amerika Serikat (AS), dan kelompok Hamas dalam beberapa hari terakhir terkait kemajuan pembicaraan gencatan senjata.
Padahal, Presiden Donald Trump disebut tengah meningkatkan tekanan untuk menghentikan perang yang telah berkepanjangan itu.
Dalam analisis politik yang dimuat oleh Haaretz, media asal Israel itu menilai bahwa Trump melihat celah kelemahan dalam diri Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan kemungkinan akan memanfaatkannya untuk kepentingan politiknya.
Tulisan opini tersebut juga menyebut bahwa para pejabat di Washington menyadari betul bahwa posisi Netanyahu kian rapuh.
Hal itu ditandai dengan rendahnya dukungan dalam jajak pendapat serta minimnya sokongan dari para pemimpin dunia.
Lebih jauh, artikel itu juga menyebut bahwa AS mulai membuka ruang bagi figur-figur politik alternatif di Israel yang dinilai lebih moderat dan dapat diajak bekerja sama secara lebih fleksibel.
Dari sisi kemanusiaan, The Guardian mengangkat kisah pilu tentang Yaqin Hammad, seorang gadis berusia 11 tahun yang dikenal sebagai influencer termuda dari Gaza.
Yaqin, yang aktif di media sosial, kerap membagikan kiat bertahan hidup di tengah perang serta berusaha menghibur anak-anak lain yang menjadi korban konflik.
Namun, ia turut menjadi korban dalam serangan udara Israel yang terjadi pada Jumat malam lalu.
Menurut The Guardian, Yaqin adalah satu dari puluhan anak yang meninggal dunia akibat serangan sepanjang tahun terakhir.
Ia sempat menjadi simbol harapan di tengah keputusasaan, dan kepergiannya mempertegas tragedi kemanusiaan yang kian dalam di Gaza.
Sementara itu, Libération dari Prancis memuat seruan dari sekelompok seniman yang menamakan diri mereka “Artists for Palestine”.
Dalam sebuah artikel opini, mereka mengajak insan perfilman global untuk bergerak menghentikan kekerasan yang disebut sebagai “salah satu tragedi terburuk dalam sejarah modern”.
Kelompok ini menguraikan berbagai bentuk perlawanan yang dapat ditempuh oleh para seniman dan masyarakat umum guna mendesak diakhirinya perang yang, menurut mereka, mencerminkan kegagalan komunitas internasional dan menggambarkan potret masa depan dunia yang suram.
Di sisi lain, dinamika politik domestik Amerika juga menjadi sorotan.
Situs konservatif Breitbart News mengutip hasil survei yang dilakukan lembaga Rasmussen, menunjukkan bahwa untuk pertama kalinya sejak 29 tahun terakhir, 50 persen warga Amerika percaya negara mereka sedang berada di jalur yang benar. Sebaliknya, 45 persen menilai arah yang ditempuh negara masih keliru.
Laporan tersebut menyebut bahwa angka ini berkaitan erat dengan kembalinya Donald Trump ke panggung politik pada 2024.
“Trump kini memegang kendali secara penuh, menjalankan agenda yang diusungnya tanpa rasa takut, dan memiliki pandangan optimistis terhadap masa depan Amerika,” tulis laporan tersebut.