Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, menyerukan penyelidikan segera dan independen atas insiden tewas dan lukanya puluhan warga Palestina saat mencoba mendapatkan bantuan kemanusiaan di Gaza pada Minggu (1/6/2025).
Ia juga menuntut agar pihak yang bertanggung jawab dimintai pertanggungjawaban.
Dalam pernyataan resminya, Guterres menyatakan keterkejutannya atas kejadian tersebut. “Tidak dapat diterima bahwa warga Palestina harus mempertaruhkan nyawa mereka demi mendapatkan makanan,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa Israel memiliki kewajiban hukum yang jelas berdasarkan hukum humaniter internasional untuk mengizinkan dan memfasilitasi bantuan kemanusiaan.
Ia mendesak agar akses bantuan kemanusiaan yang luas dan tanpa hambatan segera dipulihkan untuk menjawab kebutuhan mendesak di Gaza.
Selain itu, Guterres menekankan pentingnya menjamin keselamatan dan keamanan operasi kemanusiaan PBB.
“Pekerja kemanusiaan harus dapat menjalankan tugasnya dalam kondisi yang aman, dengan penghormatan penuh terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan,” ujarnya.
Sekjen PBB juga kembali menyerukan gencatan senjata segera dan permanen serta pembebasan seluruh sandera Israel tanpa syarat.
“Ini satu-satunya jalan menuju keamanan bersama. Tidak ada solusi militer untuk konflik ini,” tambahnya.
Sebelumnya, Guterres telah menyatakan bahwa PBB tidak akan berpartisipasi dalam skema distribusi bantuan kemanusiaan di Gaza yang tidak mematuhi hukum internasional serta prinsip-prinsip kemanusiaan, netralitas, independensi, dan integritas.
Sementara itu, Lembaga Euro-Med Human Rights Monitor menuduh Israel menjadikan mekanisme distribusi bantuan sebagai alat tambahan dalam “sistem pemusnahan massal” terhadap warga sipil Palestina.
Laporan mereka menyebut bahwa puluhan orang tewas dan luka-luka akibat serangan militer Israel.
Serangan itu berada di titik distribusi bantuan yang berada di wilayah barat Rafah, yang saat itu sedang diawasi bersama oleh otoritas setempat dan sebuah perusahaan asal Amerika Serikat.
Menurut lembaga itu, penolakan Israel untuk mengubah mekanisme distribusi justru memperparah penderitaan warga dan mendorong terjadinya pemindahan paksa.
Lebih dari 90 hari terakhir, bantuan kemanusiaan dikabarkan tak bisa masuk ke Gaza akibat penutupan semua jalur perbatasan. Akibatnya, sekitar 2,2 juta penduduk Gaza kini menghadapi ancaman kelaparan.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Euro-Med dari Kementerian Kesehatan Palestina dan kantor media pemerintah Gaza, sejak Selasa lalu sedikitnya 49 warga Palestina tewas dan 305 lainnya luka-luka di sejumlah titik distribusi bantuan.
Di antaranya, 32 orang tewas dan lebih dari 250 lainnya cedera hanya dalam satu insiden di Rafah dan wilayah tengah Gaza pada Minggu dini hari.