Saturday, November 16, 2024
HomeHeadlineHaaretz: Aljazeera ledakkan "gelembung Propaganda" Israel

Haaretz: Aljazeera ledakkan “gelembung Propaganda” Israel

Surat kabar Israel, Haaretz, mendesak otoritas Israel membatalkan keputusan untuk menutup operasional Aljazeera di Tepi Barat. Haaretz menyebut penutupan Aljazeera sebagai alarm peringatan bagi pers Israel.

Dalam editorial berjudul “Jangan Tutup Aljazeera”, Haaretz menulis pemerintah sayap kanan ekstrim berupaya mengendalikan kesadaran warga Israel dengan menutup siaran Aljazeera. Demikian dikutip dari situ Aljazeera Arabic.

Sebagai catatan, militer Israel mengeluarkan penghentian siaran Aljazeera di Tepi Barat selama 45 hari.

Langkah ini diambil berdasarkan undang-undang yang disahkan pada Mei lalu, yang memberikan kewenangan tak terbatas kepada Menteri Komunikasi Shlomo Karhi.

Knesset (parlemen Israel) pada Mei lalu mengesahkan undang-undang yang memberi kewenangan kepada perdana menteri untuk menghentikan siaran stasiun televisi asing yang dinilai merugikan keamanan.

Aljazeera, baik versi Arab maupun Inggris, menjadi korban pertama kebijakan ini setelah siarannya dihentikan di Israel.

Haaretz menggambarkan penutupan kantor Aljazeera di Ramallah sebagai peringatan bagi pers Israel itu sendiri.

Pemerintah dinilai sedang berusaha membungkam suara jurnalis dan warga Israel agar tidak mengetahui gambaran lengkap dari peristiwa yang terjadi.

Haaretz juga mengingatkan, kantor Aljazeera terletak di Area “A” yang secara teoritis berada di bawah yurisdiksi Otoritas Palestina.

Namun, hal ini tidak menghentikan puluhan tentara Israel untuk menyerbu kantor tersebut.

Tindakan ini mengisyaratkan masa depan kelam bagi kebebasan pers di Israel. Israel menjadi kandidat klub negara-negara otoriter di kawasan yang telah beberapa kali menghentikan siaran Aljazeera.

Gelembung Propaganda

Haaretz juga menyoroti pemerintah sayap kanan ekstrem di Israel memanfaatkan perang untuk menebarkan ketakutan di kalangan jurnalis.

Pemerintah menganggap setiap jurnalis yang menolak menjadi corong propaganda dan memilih mengkritik tindakan militer Israel di wilayah pendudukan sebagai musuh.

Haaretz menyebut Aljazeera sebagai media besar di dunia Arab dan global, dengan jurnalisnya di wilayah pendudukan yang telah menjalankan profesi mereka selama hampir dua dekade.

Haaretz menilai alasan sebenarnya di balik penutupan kantor Aljazeera karena mereka terus mendokumentasikan apa yang terjadi setiap hari di wilayah Palestina yang diduduki.

Menurut Haaretz, Aljazeera berhasil “meledakkan gelembung” propaganda Israel.

Di akhir artikelnya, Haaretz menyerukan otoritas Israel untuk segera membatalkan penutupan kantor Aljazeera.

Haaretz menegaskan tindakan tersebut tidak akan menghentikan penonton di dunia Arab maupun global untuk mengetahui apa yang terjadi di wilayah pendudukan.

Dan juga tidak akan menghentikan Aljazeera untuk terus melakukan siaran.

Pada hari Minggu sebelumnya, pasukan Israel menyerbu kantor Aljazeera di Ramallah, memerintahkan penutupan kantor, dan menyita semua peralatan serta dokumen.

Penutupan ini dilakukan berdasarkan undang-undang darurat, dan tim Aljazeera di Ramallah, termasuk jurnalis senior Walid Al-Omari dan Givara Budeiri, dilarang bekerja di sana.

Pasukan Israel menyita peralatan siaran dan dokumen dari kantor Aljazeera. Meskipun perintah militer tidak secara spesifik menyebutkan penyitaan ini.

Penyerbuan ini terjadi empat bulan setelah otoritas Israel menutup kantor Aljazeera di Yerusalem Timur.

Jaringan Aljazeera mengecam tindakan represif tersebut, dan menyatakan penutupan itu adalah upaya mencegah dunia melihat realitas yang terjadi di wilayah Palestina yang diduduki dan perang di Gaza.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular