Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menyuarakan kehendaknya untuk mencapai kesepakatan pertukaran tawanan dengan Hamas, namun dengan syarat-syarat yang menguntungkan Israel.
Dalam pernyataannya yang disampaikan saat kunjungan ke Amerika Serikat (AS), Netanyahu menyebut dirinya dan Presiden AS Donald Trump memiliki “strategi dan taktik bersama” terkait pembicaraan tersebut.
Meskipun ia membantah bahwa Washington memberikan tekanan agar Israel segera menghentikan serangan di Gaza.
“Trump dan saya sepakat bahwa tujuan utama adalah membebaskan para tawanan kami, serta mengakhiri kekuasaan Hamas di Gaza. Kami ingin kesepakatan, tapi tidak dengan mengorbankan semua hal,” ujar Netanyahu yang saat ini menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Ini merupakan kunjungan ketiga Netanyahu ke AS sejak Trump dilantik kembali pada 20 Januari lalu.
Dalam dua hari terakhir, keduanya telah bertemu dua kali guna membahas perkembangan perundingan yang tengah berlangsung antara Israel dan Hamas.
Sementara itu, utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steven Witkoff, mengungkapkan bahwa kedua pihak mendekati titik temu dalam upaya gencatan senjata.
Namun, dari pihak Hamas, juru bicara seniornya, Taher al-Nunu, mengatakan bahwa negosiasi masih berlangsung alot.
Ia menekankan bahwa dua isu utama menjadi titik pembahasan, yakni kebebasan masuknya bantuan kemanusiaan tanpa campur tangan Israel dan penarikan pasukan Israel dari wilayah-wilayah tertentu pada tahap pertama kesepakatan.
Mengutip laporan Reuters, Israel bersikeras untuk tetap menguasai sekitar sepertiga wilayah Gaza, termasuk kawasan strategis Koridor Morag yang membentang antara Rafah dan Khan Younis.
Selain itu, Israel juga ingin mempertahankan mekanisme distribusi bantuan yang selama ini dikritik karena dijalankan oleh lembaga “Gaza Humanitarian Foundation” yang didukung AS dan dipandang tidak netral oleh berbagai pihak.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel — dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat — terus melancarkan serangan ke Jalur Gaza.
Serangan itu kini dinilai oleh banyak pihak sebagai genosida, dengan pola kekerasan yang mencakup pembunuhan massal, kelaparan, penghancuran infrastruktur, serta pengusiran penduduk sipil.
Menurut data terbaru, agresi Israel telah menyebabkan lebih dari 195.000 warga Palestina menjadi korban, baik gugur maupun luka-luka, dengan mayoritas merupakan perempuan dan anak-anak.
Sedikitnya 10.000 orang dilaporkan masih hilang, dan ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi dalam kondisi kelaparan akut.
Laporan medis menyebutkan bahwa puluhan anak-anak telah meninggal akibat kelaparan yang parah.