Hamas menegaskan perlunya segera memulai negosiasi tahap kedua dari perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan, serta menegaskan bahwa Israel bertanggung jawab atas setiap keterlambatan.
Pernyataan ini disampaikan oleh Tahir Al-Nunu, penasihat media untuk Kepala Biro Politik Hamas, dalam wawancara dengan Al Jazeera. Ia menegaskan bahwa Hamas menolak segala bentuk penundaan oleh Israel.
Al-Nunu mengungkapkan bahwa hingga saat ini, negosiasi tahap kedua belum dimulai. Hamas menuntut agar proses ini segera berjalan, serta memperingatkan bahwa Israel bertanggung jawab penuh atas keterlambatan ini.
Ia juga menekankan bahwa Hamas berkomitmen terhadap semua perjanjian dalam kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.
Hamas juga telah menyampaikan kepada para mediator bahwa Israel harus mematuhi kewajibannya.
Pada Senin lalu, Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, mengumumkan bahwa pembebasan tahanan Israel akan ditunda hingga Israel memenuhi kewajibannya dalam protokol kemanusiaan yang disepakati.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menjadikan Hamas “masuk ke dalam neraka” jika tidak membebaskan para tahanan Israel sebelum hari Sabtu siang mendatang.
Namun, sumber-sumber dari Al Jazeera mengungkapkan bahwa komunikasi dengan para mediator telah berhasil untuk melanjutkan implementasi perjanjian gencatan senjata di Gaza.
Para mediator menegaskan bahwa semua pihak berkomitmen untuk menjalankan seluruh ketentuan perjanjian, termasuk protokol kemanusiaan.
Al-Nunu menyoroti bahwa peran para mediator adalah untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan perjanjian.
Ia juga mengungkapkan bahwa ada komite yang beroperasi di Kairo, Mesir, untuk mengawasi implementasi perjanjian dari semua aspek.
Ia menegaskan bahwa aspek kemanusiaan dalam perjanjian ini berkaitan erat dengan isu tahanan dan gencatan senjata.
“Kami prihatin dengan perjanjian gencatan senjata, dan kami ingin pendudukan memenuhi kewajibannya tanpa pengurangan apa pun,” katanya.
Sebelumnya, Hamas telah mengadakan pertemuan dengan mediator untuk membahas perkembangan implementasi perjanjian dan pertukaran tahanan, terutama setelah berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh Israel.
Delegasi Hamas juga telah mengadakan pertemuan di Kairo dengan Kepala Intelijen Mesir, Hassan Rashad, serta melakukan pembicaraan telepon dengan Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani.
Pembahasan dalam pertemuan dan komunikasi ini menitikberatkan pada implementasi perjanjian. Perjanjian itu terkait penyediaan tempat tinggal bagi penduduk yang mengungsi, masuknya rumah-rumah prefabrikasi, tenda, peralatan berat, pasokan medis, dan bahan bakar, dan kelanjutan bantuan kemanusiaan dengan segera
Pada 19 Januari lalu, kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku di Jalur Gaza.
Kesepakatan ini memiliki tiga tahap, masing-masing berlangsung selama 42 hari, dengan tahap pertama mencakup pertukaran tahanan dan masuknya bantuan kemanusiaan, serta negosiasi untuk memulai tahap kedua dan ketiga. Kesepakatan ini dimediasi oleh Mesir dan Qatar dengan dukungan dari Amerika Serikat (AS).
Dalam tahap pertama, Israel berencana membebaskan sekitar 2.000 tahanan Palestina, termasuk 290 orang yang dihukum seumur hidup dan 1.687 orang dengan hukuman bervariasi, sebagai imbalan atas pembebasan 33 tahanan Israel yang ditahan di Gaza.
Hingga saat ini, sudah dilakukan lima kali pertukaran tahanan antara kedua belah pihak di berbagai wilayah di Gaza.