Kelompok Palestina, Hamas, diperkirakan akan menggantikan Yahya Sinwar dengan pemimpin politik baru yang berbasis di luar Gaza.
Sementara itu, saudaranya, Mohammad Sinwar, diharapkan mengambil peran lebih besar dalam mengarahkan perang melawan Israel di wilayah tersebut, menurut para ahli seperti dikutip Middle East Monitor pada Jumat (18/10).
Alasannya, Hamas harus mempertimbangkan tidak hanya kedekatan dengan pendukung utamanya, Iran, tetapi juga kepentingan negara-negara Teluk Arab, terutama Qatar, tempat semua calon utama pengganti Yahya Sinwar saat ini berada.
Sinwar gugur dalam baku tembak dengan pasukan Israel pada hari Rabu. Ini merupakan kehilangan pemimpin utama Hamas untuk kedua kalinya dalam kurang dari tiga bulan.
Pemimpin sebelumnya, Ismail Haniyeh, juga dibunuh di Iran pada bulan Juli, yang kemungkinan besar dilakukan Israel. Saat Sinwar menggantikan Haniyeh, ia menyatukan kepemimpinan militer dan politik di Gaza, namun tampaknya hal ini tidak akan terulang pada kesempatan kali ini.
Wakil Sinwar, Khalil Al-Hayya, yang dipandang sebagai calon pengganti, pada hari Jumat menyatakan dengan tegas bahwa sandera Israel tidak akan dikembalikan hingga pasukan Israel menarik diri dari Gaza dan mengakhiri perang.
Hamas memiliki sejarah yang secara cepat dan efisien menggantikan pemimpin yang gugur di mana Dewan Syura sebagai badan pengambil keputusan utama bertugas menunjuk kepala baru.
Dewan Syura mewakili semua anggota Hamas di Jalur Gaza, Tepi Barat, penjara Israel, dan diaspora Palestina, yang berarti pemimpin baru harus memiliki wewenang untuk memasuki pembicaraan gencatan senjata meskipun ia tidak berada di Gaza, tempat para pejuang Hamas masih menahan puluhan warga Israel sebagai sandera.
Selain Hayya, yang merupakan negosiator utama Hamas, dua calon kepemimpinan lainnya adalah Khaled Meshaal, pendahulu Haniyeh, dan Mohammad Darwish, sosok yang kurang dikenal yang menjabat sebagai ketua Dewan Syura.
Ashraf Abouelhoul, seorang ahli urusan Palestina, memperkirakan Hamas akan tetap berpegang pada tuntutan utama dalam pembicaraan gencatan senjata mendatang, terutama agar pasukan Israel menarik diri dari Gaza dan menghentikan perang.
Namun, kata dia, Hamas mungkin akan menunjukkan lebih banyak fleksibilitas terkait beberapa syarat, seperti rincian kesepakatan untuk menukar sandera Israel dengan warga Palestina yang dipenjara oleh Israel.
Akram Attallah, seorang analis politik Palestina, menyatakan bahwa ia memperkirakan sayap bersenjata akan menghormati otoritas Hayya, meskipun dari jauh. Ia juga memperkirakan Mohammad Sinwar akan muncul sebagai sosok yang lebih signifikan di sayap bersenjata dan di Hamas secara umum.
Seorang komandan veteran Brigade Qassam, Mohammad Sinwar yang jarang muncul di publik, telah lama masuk dalam daftar buronan paling dicari Israel, dan telah selamat dari beberapa upaya pembunuhan, menurut sumber-sumber Hamas.