Ketegangan negosiasi terkait gencatan senjata dan pembebasan sandera antara Israel dan Hamas terus meningkat.
Hal itu setelah pernyataan tegas dari pihak Hamas yang menolak setiap bentuk “kesepakatan parsial”.
Di sisi lain, oposisi di Israel menuding Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dengan sengaja menggagalkan peluang tercapainya kesepakatan demi ambisi politik pribadinya.
Dalam wawancara dengan kantor berita AFP, tokoh senior Hamas, Mahmoud Mardawi, menegaskan bahwa gerakannya masih menyusun tanggapan terhadap proposal terbaru yang diajukan Israel.
Usulan tersebut, disampaikan melalui mediator Mesir, menawarkan penghentian sementara operasi militer sebagai awal menuju gencatan senjata permanen.
“Respons Hamas masih dalam tahap penyusunan, dan kami tegaskan bahwa tidak ada tempat bagi kesepakatan parsial,” kata Mardawi.
Ia menambahkan bahwa senjata perlawanan tidak akan pernah menjadi bagian dari negosiasi.
“Karena senjata itu berada di jantung konsensus nasional Palestina,” tegasnya.
Arah Netanyahu dipertanyakan
Sementara itu, Kantor Perdana Menteri Israel menyatakan bahwa Netanyahu telah menginstruksikan tim negosiasinya untuk terus bergerak dalam upaya pembebasan sandera yang ditahan di Gaza.
Pernyataan tersebut tampaknya berupaya meredam kritik publik dan internal terhadap pendekatan keras Netanyahu.
Namun, pernyataan itu berseberangan dengan langkah-langkah kebijakan Netanyahu yang masih memilih melanjutkan serangan besar-besaran ke Gaza, meski telah muncul berbagai petisi—termasuk dari kalangan militer—yang mendesak agar pembebasan sandera diutamakan, meskipun harus disertai dengan penghentian perang.
Channel 12 Israel melaporkan bahwa Netanyahu baru-baru ini menggelar pertemuan virtual dengan para kepala lembaga keamanan, termasuk Kepala Shin Bet (Dinas Keamanan Dalam Negeri), Ronen Bar, membahas kemungkinan arah negosiasi.
“Negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas berlangsung intensif, namun kedua pihak menetapkan syarat-syarat mereka dengan sangat ketat dan tegas, menjadikan proses ini sangat kompleks,” ungkap laporan stasiun TV tersebut.
Menurut analisis lembaga keamanan Israel, dalam waktu sekitar dua pekan akan terlihat apakah upaya ini akan membuahkan kesepakatan atau justru kembali buntu.
Salah satu titik krusial yang menghambat kemajuan adalah tuntutan Israel untuk melucuti senjata Gaza—syarat yang baru pertama kali diajukan dan secara tegas ditolak oleh Hamas.
Kritik tajam dari oposisi
Pihak oposisi Israel secara terbuka menuduh Netanyahu lebih mengutamakan kelangsungan kekuasaan daripada nyawa para sandera.
Dalam pernyataan yang dirilis di platform X, dua pemimpin oposisi—Yair Golan dari Partai Demokrat dan Yair Lapid dari Partai Yesh Atid—mengkritik keras pendekatan pemerintah.
“Tanda kehidupan terbaru dari Bar-Salavsky di Gaza menghancurkan hati kami. Setiap video yang muncul adalah bukti bahwa Netanyahu telah mengkhianati rakyatnya demi kekuasaannya,” tulis Golan.
Ia menambahkan bahwa tidak satu pun menteri dari pemerintahan Netanyahu menghubungi keluarga Bar-Salavsky.
“Kami akan terus berjuang demi pembebasan semua sandera. Kami tidak akan berhenti sampai semuanya kembali ke rumah,” tambahnya.
Senada, Yair Lapid menegaskan bahwa video terbaru dari Gaza merupakan “bukti kehidupan dari neraka Gaza”.
Ia menuding pemerintah lebih banyak berseteru dengan lembaga keamanan Shabak daripada berfokus pada pemulangan sandera.
“Kegagalan ini sepenuhnya tanggung jawab pemerintahan 7 Oktober,” katanya, merujuk pada tanggal awal serangan Hamas yang memicu perang.
Pemerintah Israel memperkirakan bahwa saat ini terdapat 59 sandera Israel di Gaza, dengan 24 di antaranya diyakini masih hidup.
Di sisi lain, lebih dari 9.500 warga Palestina—termasuk perempuan dan anak-anak—masih mendekam di penjara-penjara Israel.
Laporan dari lembaga-lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) menyebutkan bahwa para tahanan Palestina mengalami penyiksaan, kelaparan, serta pengabaian medis yang telah menyebabkan kematian sejumlah tahanan.
Sejak pekan lalu, petisi dari kalangan militer Israel terus mengalir, mendesak agar pemerintah melakukan apa pun untuk menyelamatkan para sandera, bahkan jika itu berarti menghentikan perang.
Petisi ini didukung oleh para tentara cadangan, pensiunan militer, perwira tinggi, serta warga sipil dan mantan polisi.
Kondisi ini menambah tekanan politik terhadap Netanyahu, yang kini berada di tengah krisis kepercayaan yang mendalam dari berbagai kalangan di masyarakat Israel.