Saturday, July 26, 2025
HomeBeritaHampir 60 anggota parlemen Inggris desak embargo senjata penuh terhadap Israel

Hampir 60 anggota parlemen Inggris desak embargo senjata penuh terhadap Israel

Hampir 60 anggota parlemen dan anggota majelis tinggi Inggris menyerukan agar pemerintah Inggris memberlakukan embargo total terhadap ekspor senjata ke Israel.

Dalam surat yang dikirimkan pada 18 Juli 2025 kepada Menteri Luar Negeri David Lammy dan Menteri Bisnis Jonathan Reynolds, mereka juga mendesak agar pemerintah bersikap lebih transparan terkait izin ekspor militer yang diberikan.

Desakan ini datang di tengah peringatan dari Menlu Lammy bahwa Israel akan menghadapi sanksi lebih lanjut jika tidak segera menyetujui gencatan senjata di Gaza.

Inggris juga bergabung dengan 27 negara lain, termasuk Australia, Kanada, dan Prancis, dalam mengecam Israel karena telah merampas “martabat kemanusiaan” warga Palestina.

Mereka juga menyerukan pencabutan segera atas pembatasan aliran bantuan ke wilayah itu.

“Kami telah mengumumkan serangkaian sanksi dalam beberapa bulan terakhir. Akan ada lagi, tentu saja, dan kami mempertimbangkan semua opsi tersebut jika tidak ada perubahan perilaku dan penderitaan yang terjadi tidak segera dihentikan,” kata Lammy kepada ITV Good Morning Britain, Selasa lalu.

Namun, para penandatangan surat itu, termasuk Zarah Sultana, John McDonnell, dan Jeremy Corbyn, menilai bahwa Inggris harus segera menghentikan semua ekspor senjata ke Israel, atau berisiko menjadi pihak yang turut bertanggung jawab atas genosida.

“Komponen yang digunakan untuk membuat jet tempur yang digunakan Israel untuk menghancurkan Gaza sekitar 15 persen berasal dari Inggris—kita tidak bisa pura-pura tidak tahu,” ujar anggota parlemen dari Partai Buruh, Steve Witherden, yang menggagas surat tersebut.

Menurutnya, jika tanpa izin ekspor senjata dari Inggris, jet-jet tersebut tidak akan bisa terbang, serta tidak akan bisa menjatuhkan bom.

Tuntutan atas transparansi

Surat tersebut disampaikan menyusul debat sela bulan lalu di parlemen yang menandai pertama kalinya sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, isu ekspor senjata Inggris ke Israel kembali dibahas di Gedung Parlemen.

Para anggota parlemen meminta kejelasan terkait data ekspor senjata Inggris ke Israel sepanjang 2024 yang dirilis oleh Export Control Joint Unit (ECJU), badan lintas departemen yang mengawasi perizinan ekspor militer dan barang ganda guna.

Dalam debat bulan lalu, Menteri Perdagangan Douglas Alexander mengatakan bahwa sebagian besar dari nilai izin ekspor senilai 142 juta poundsterling pada 2024 adalah untuk komponen yang akan diekspor ulang ke negara ketiga, termasuk sekutu NATO.

Namun, dalam surat itu disebutkan bahwa data ECJU menunjukkan lebih dari separuh dari total nilai ekspor senjata pada tahun ini tampaknya ditujukan untuk penggunaan langsung oleh Israel.

“Bisakah pemerintah menjelaskan bagaimana data ini sesuai dengan pernyataan menteri bahwa mayoritas lisensi tersebut untuk ekspor ulang?” demikian isi pertanyaan dalam surat tersebut.

Alexander juga menyatakan bahwa lebih dari 120 juta poundsterling—atau sekitar 85 persen dari total izin ekspor senjata ke Israel tahun lalu—adalah untuk komponen pendukung ekspor senjata dari perusahaan Israel dalam satu program tertentu untuk sekutu NATO.

Para legislator mendesak pemerintah untuk mengungkapkan sekutu NATO yang dimaksud, nama dan sifat program tersebut, serta waktu pembentukannya.

Mereka juga meminta penjelasan atas lonjakan nilai izin ekspor senilai 127,6 juta poundsterling—terutama untuk radar militer dan sistem penargetan—yang diberikan antara Oktober hingga Desember 2024.

Hal itu setelah pemerintah baru dari Partai Buruh mengumumkan pembekuan sekitar 30 izin ekspor senjata ke Israel.

Menurut Witherden, berbagai seruan untuk transparansi lebih besar terkait ekspor senjata selama ini tidak mendapat tanggapan.

“Hal paling mendasar yang bisa kita lakukan adalah bersikap jujur sepenuhnya atas apa yang kita kirimkan ke sebuah negara yang terlibat dalam pembantaian warga sipil secara membabi buta,” ujarnya.

Bulan lalu, Pengadilan Tinggi Inggris menolak gugatan kelompok HAM yang berupaya menghentikan pengiriman suku cadang jet tempur F-35 buatan Inggris.

Alat tersebut yang diekspor secara tidak langsung ke Israel melalui mekanisme pasokan global, setelah proses hukum berlangsung selama 20 bulan.

Dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa persoalan tersebut merupakan urusan eksekutif yang bertanggung jawab secara demokratis kepada parlemen dan pada akhirnya kepada pemilih, bukan ranah pengadilan.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular