Sunday, August 24, 2025
HomeBeritaInvestigasi ungkap bias Reuters dalam liputan Gaza

Investigasi ungkap bias Reuters dalam liputan Gaza

Sebuah investigasi yang dilakukan oleh Declassified UK, media investigasi berbasis di Inggris, mengungkap adanya bias dalam liputan kantor berita internasional Reuters terkait perang Israel di Jalur Gaza.

Temuan itu didasarkan pada kesaksian sejumlah wartawan dan mantan karyawan Reuters yang menilai liputan lembaga tersebut lebih berpihak kepada narasi Israel.

Dalam laporannya, Declassified menyoroti pemberitaan Reuters mengenai pembunuhan jurnalis Palestina, Anas al-Sharif, pada bulan ini.

Reuters menurunkan berita dengan judul: “Israel Membunuh Jurnalis Al Jazeera yang Dikatakan sebagai Komandan Hamas”.

Judul tersebut menuai kritik karena al-Sharif diketahui pernah bekerja untuk Reuters dan merupakan bagian dari tim liputan yang meraih Penghargaan Pulitzer 2024.

Judul serupa, menurut investigasi itu, telah memicu reaksi keras di dunia maya dan juga menimbulkan kegelisahan di kalangan jurnalis Reuters sendiri.

Salah seorang jurnalis yang mengundurkan diri pada Agustus 2024 bahkan menulis dalam surat elektronik bahwa ia tidak lagi menemukan kesesuaian nilai dengan kebijakan redaksi Reuters.

Dalam pesan yang dikirim secara kolektif bersama sejumlah koleganya, ia meminta agar Reuters kembali berpegang pada prinsip dasar jurnalisme.

Namun, ia menilai pimpinan puncak agensi itu “tidak mungkin berubah dan justru cenderung membungkam kritik dari dalam”.

Seorang sumber internal Reuters juga mengungkap bahwa sejumlah jurnalis telah melakukan investigasi internal dengan menelaah konten liputan perang di Gaza.

Mereka menemukan adanya kecenderungan liputan yang tidak objektif. Hasil investigasi tersebut kemudian menjadi dasar bagi sebuah surat terbuka yang beredar di internal kantor berita, sebagai bentuk dorongan agar liputan Reuters lebih berimbang.

Declassified juga menyoroti pertanyaan dari para jurnalis Reuters sendiri. Mengapa lembaga itu jarang menurunkan laporan terkait tuduhan para ahli mengenai genosida Israel di Gaza, berbeda dengan liputan Reuters yang jauh lebih agresif saat menyajikan tuduhan pelanggaran serupa terhadap Rusia di Ukraina.

Analisis konten terhadap 499 laporan Reuters terkait Palestina dan Israel, yang diterbitkan antara 7 Oktober hingga 14 November 2023, menunjukkan adanya pola tetap: lebih banyak sumber daya redaksi dikerahkan untuk liputan yang berkaitan dengan Israel dibandingkan dengan Palestina.

Hal ini terjadi meskipun saat itu laporan kemanusiaan menunjukkan lebih dari 11.000 warga Palestina di Gaza terbunuh—sekitar 10 kali lipat jumlah korban di pihak Israel.

Penggunaan “Palestina”

Pada Mei 2024, muncul tanda-tanda adanya perubahan pedoman redaksi yang diduga mencerminkan kritik dari dalam.

Salah satunya berupa surat elektronik dari Howard S. Goller, editor urusan internasional Reuters, yang memperbarui panduan liputan perang di Timur Tengah.

Surat itu mengizinkan penggunaan istilah “genosida” dengan catatan tertentu, tetapi tetap membatasi penggunaan istilah “Palestina”.

Menurut investigasi Declassified, pembaruan pedoman itu justru lebih banyak mencerminkan sudut pandang Israel.

Pedoman tersebut dinilai mengabaikan faktor penting seperti peran Amerika Serikat (AS) dan Israel dalam menggagalkan upaya gencatan senjata, menutup mata terhadap praktik pemukiman ilegal dan sistem apartheid, serta mengecilkan skala kehancuran di Gaza.

Investigasi itu juga menegaskan bahwa Gaza kini tercatat sebagai wilayah paling mematikan bagi jurnalis sejak perang saudara Amerika pada 1861.

Menanggapi temuan tersebut, juru bicara Reuters menyatakan bahwa mereka tetap percaya liputan Reuters “adil dan tidak bias, sejalan dengan prinsip kepercayaan yang menjadi dasar kantor berita itu”.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular