Iran akan mengadakan pembicaraan dengan tiga negara Eropa tentang program nuklirnya pada 29 November, kata Kementerian Luar Negeri Iran pada hari Minggu.
Ini terjadi beberapa hari setelah badan pengawas nuklir PBB mengeluarkan resolusi yang menentang Iran, lapor Reuters.
Sebagai tanggapan, Iran—melalui pemerintahannya—mengatakan mereka akan mengambil beberapa langkah, seperti mengaktifkan sentrifugal baru dan canggih, yang digunakan untuk memperkaya uranium.
Menurut laporan dari kantor berita Jepang, Kyodo, yang pertama kali memberitakan pertemuan ini, pemerintah Iran yang dipimpin oleh Presiden Masoud Pezeshkian berharap bisa menemukan solusi untuk kebuntuan nuklir ini sebelum pelantikan Presiden terpilih AS, Donald Trump, pada Januari.
Seorang pejabat senior Iran mengonfirmasi bahwa pertemuan akan dilaksanakan Jumat depan dan menegaskan, “Iran selalu percaya bahwa masalah nuklir harus diselesaikan lewat diplomasi. Iran tidak pernah meninggalkan pembicaraan.”
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, mengatakan bahwa pertemuan ini akan diikuti oleh wakil menteri luar negeri Iran dan ketiga negara Eropa tersebut, dan akan membahas masalah nuklir serta isu-isu regional lainnya.
Baghaei tidak menyebutkan di mana pertemuan itu akan digelar. Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Swiss mengarahkan pertanyaan kepada negara-negara yang disebutkan dalam laporan Kyodo.
Pada 2018, pemerintahan Trump keluar dari perjanjian nuklir Iran 2015 dan kembali memberlakukan sanksi keras terhadap Iran, yang membuat Teheran melanggar batasan nuklir dalam perjanjian itu, seperti dengan memperbanyak stok uranium yang diperkaya dan menggunakan sentrifugal canggih untuk mempercepat produksi.
Upaya untuk menghidupkan kembali perjanjian itu melalui pembicaraan tidak langsung antara pemerintahan Presiden Joe Biden dan Iran gagal, namun Trump mengatakan dalam kampanye pemilu September lalu: “Kita harus mencapai kesepakatan, karena akibatnya sangat buruk. Kita harus mencapai kesepakatan.”