Kritik terhadap Israel dari tokoh-tokoh internasional terus berdatangan, memperburuk posisi negara itu di mata dunia.
Setelah sorotan tajam dari aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, kini giliran pelatih sepak bola kenamaan Pep Guardiola yang menyuarakan kepeduliannya terhadap penderitaan warga sipil di Gaza.
Sementara itu, di dalam negeri, kritik juga kian menguat terhadap pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terkait penanganan isu sandera dan pernyataannya soal negosiasi gencatan senjata.
Saluran televisi Channel 13 Israel, Selasa (10/6/2025), menyoroti akumulasi tekanan yang dihadapi pemerintah Israel, baik dari dalam maupun luar negeri.
“Belum selesai dengan kisah Greta, kini kami harus menghadapi masalah baru dengan Guardiola,” kata saluran tersebut dalam laporannya.
Pernyataan itu merujuk pada keterlibatan Thunberg dalam misi kapal “Madleen”, yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza dan dicegat oleh angkatan laut Israel di perairan internasional. Kapal itu ditumpangi sejumlah aktivis kemanusiaan, termasuk Thunberg.
Tak berselang lama, Guardiola, pelatih Manchester City asal Spanyol, turut menyuarakan kritik terhadap situasi kemanusiaan di Gaza.
Dalam pidatonya saat menerima gelar doktor kehormatan di sebuah universitas, Guardiola berbicara lantang mengenai penderitaan anak-anak di Gaza.
“Apa yang kita lihat di Gaza sangat menyakitkan. Ini menyentuh saya secara fisik. Ini bukan soal ideologi, bukan tentang siapa yang salah atau benar, tetapi tentang cinta kepada kehidupan dan kepedulian terhadap sesama. Bisa jadi, anak berikutnya yang menderita adalah anak kita,” ujar Guardiola dalam pidato yang disiarkan Channel 13.
Komentar tersebut memicu kemarahan publik dan pejabat di Israel. Jurnalis urusan luar negeri Channel 13, Yossi Yisrael, mengatakan bahwa ini bukan kali pertama Guardiola menyampaikan pandangan seperti itu.
“Ia berasal dari Katalunya, wilayah yang selama ini dikenal kritis terhadap Israel. Guardiola sengaja menggunakan panggung kehormatan ini untuk menyerang kami,” ujarnya.
Di sisi lain, dalam negeri, tekanan terhadap Netanyahu juga semakin menguat, terutama dari keluarga para sandera yang masih ditahan di Gaza.
Dalam wawancara dengan Channel 13, Vicky Cohen—ibu salah satu sandera Israel—menyatakan rasa frustrasinya atas janji-janji kosong pemerintah.
“Kami sudah kenyang dengan janji. Saya khawatir orang mulai menerima keadaan ini sebagai sesuatu yang biasa dan malah membangun harapan yang tidak realistis,” ujarnya.
Pernyataan itu muncul setelah Netanyahu mengklaim bahwa ada “kemajuan besar” dalam perundingan terkait pembebasan para sandera. Namun, ia menambahkan bahwa terlalu dini untuk memberikan harapan pasti.
Jurnalis urusan politik Channel 13, Moriah Asraf Wolberg, mempertanyakan pernyataan Netanyahu dan menyebutnya sebagai dramatis tanpa kejelasan konkret.
Sementara itu, mantan Kepala Komando Pertahanan Udara Israel, Brigadir Jenderal (Purn) Ran Kochav, menyuarakan keprihatinan mendalam atas memburuknya posisi Israel di mata dunia.
“Kami kehilangan opini publik dan legitimasi internasional setiap hari. Ini adalah situasi terburuk yang pernah kami alami dalam hal kebebasan bertindak secara global,” kata Kochav.