Militer Israel mulai mengoperasikan chatbot kecerdasan buatan (AI) militer bernama Genie dalam operasi di Gaza.
Teknologi ini memungkinkan para komandan untuk mengambil keputusan medan perang secara cepat, dengan bantuan analisis data real-time dari sistem operasi militer Israel.
Menurut laporan harian Yedioth Ahronoth dan situs Ynet pada Selasa (15/4/2025), Genie dirancang menyerupai ChatGPT namun terintegrasi dengan jaringan militer internal Israel.
Perwira militer dapat mengetik pertanyaan dalam bahasa sehari-hari dan menerima jawaban instan yang merujuk pada basis data operasional yang diperbarui secara berkala.
Media Israel menggambarkan tampilan Genie sebagai laman web sederhana dengan kotak teks dan judul bertuliskan, “Apa yang ingin Anda ketahui?” Genie diklaim mampu memberikan jawaban cepat atas pertanyaan terbuka dan kompleks, termasuk merangkum peristiwa, mendeteksi anomali, hingga menghasilkan wawasan operasional—semua dalam waktu nyata.
Meskipun Genie masih dalam tahap uji coba, sistem ini telah diterapkan di seluruh pusat komando militer Israel dan digunakan dalam operasi aktif di Gaza. Versi mobile dikabarkan sedang dikembangkan.
Nama “Genie” diambil dari sosok jin dalam kisah Aladdin, sosok pemberi tiga permintaan. Namun, penggunaan chatbot ini terjadi di tengah konflik yang telah menewaskan lebih dari 51.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, akibat serangan udara dan darat Israel di Jalur Gaza.
Meski militer Israel menegaskan Genie tidak membuat keputusan secara otonom, laporan menunjukkan bahwa chatbot ini sudah berperan dalam menentukan target serangan—dengan kata lain, berkontribusi pada keputusan yang berdampak pada hidup dan mati di medan perang.
Salah satu pengembang menjelaskan bahwa komandan dapat bertanya, misalnya, siapa unit pertama yang menyerbu Rumah Sakit Al-Shifa—fasilitas medis terbesar di Gaza—dan mendapat jawaban instan.
Hal ini memicu kekhawatiran bahwa kecanggihan teknologi justru digunakan untuk mempercepat proses pembunuhan massal melalui sistem digital yang tersentralisasi.
Chatbot Genie dikembangkan oleh sub-unit bernama “Text Factory” dalam Divisi Matzpen milik militer Israel, yang bertanggung jawab atas infrastruktur perang digital. Unit ini terdiri atas 20 tentara elite dengan latar belakang pendidikan tinggi di bidang AI dan data sains. Pimpinan unit tersebut, yang hanya disebut sebagai Kapten D, menyatakan unitnya bekerja layaknya startup teknologi.
“Jika informasi sulit ditemukan, maka tidak akan efektif. Komandan tidak bisa disibukkan dengan prosedur kompleks saat berada di lapangan,” kata Kapten D.
Genie bukan satu-satunya teknologi AI yang digunakan dalam konflik ini. Pada Desember 2023, The Guardian melaporkan keberadaan platform rahasia lainnya bernama Habsora (yang berarti Injil)—sistem AI yang membantu dalam menentukan target serangan. Sistem ini digunakan oleh Divisi Administrasi Target Israel, yang dibentuk pada 2019.
Sumber internal militer menyebut Habsora mampu menghasilkan hingga 100 target baru per hari—angka yang jauh melebihi operasi-operasi sebelumnya yang hanya menghasilkan 50 target per tahun. Target tersebut mencakup rumah pribadi anggota Hamas, tanpa mempertimbangkan nilai strategis atau hierarki mereka.
Sistem ini juga memperkirakan jumlah korban sipil potensial dalam setiap serangan dengan memberikan “skor kerusakan tambahan” (collateral damage score). Data tersebut kemudian ditinjau secara cepat sebelum disetujui, dengan sedikit pengawasan.
Seorang mantan petugas target mengungkap bahwa kematian warga sipil tidak menjadi hambatan dalam proses persetujuan. “Kami membunuh jumlah warga sipil yang menurut saya tidak sebanding,” katanya kepada media Local Call. Fokus, menurutnya, adalah pada jumlah target yang dihancurkan, bukan akurasi atau legalitasnya.
Meski pengawasan manusia tetap ada, sejumlah pakar menilai bahwa hal itu hanya bersifat formalitas, sementara keputusan utama tetap dihasilkan oleh mesin.
Para pejabat Israel menyatakan penggunaan AI bertujuan meningkatkan presisi dan mengurangi korban sipil. Namun, laporan-laporan yang ada justru menunjukkan sebaliknya: AI digunakan untuk mempercepat dan mengotomatisasi pembunuhan dalam skala besar, di tengah tuduhan genosida yang dilontarkan oleh berbagai lembaga internasional.
Otomatisasi ini, menurut pengamat, selaras dengan visi beberapa tokoh ekstrem kanan Israel dan sekutunya, termasuk mantan Presiden AS Donald Trump, yang membayangkan pengosongan Gaza melalui pengusiran massal atau bahkan pemusnahan, guna membuka jalan bagi kontrol permanen Israel atas wilayah tersebut.