Friday, November 22, 2024
HomeHeadlineIsrael poles kematian kolonelnya agar heroik seperti Sinwar

Israel poles kematian kolonelnya agar heroik seperti Sinwar

awalnya media Israel melaporkan Kolonel Ihsan Daqsa tewas di dalam tanknya di suatu tempat di Jabalia. Namun, cerita ini kemudian berubah

Tewasnya Kolonel Ihsan Daqsa menjadi kehilangan besar bagi Israel. Tetapi, sebab terbunuhnya Daqsa di pertempuran Jabalia, utara Gaza, tampaknya tidak sehebat pempimpin Hamas, Yahya Sinwar, yang gugur beberapa hari sebelumnya.

Situs berita Palestine Chronicle menulis analisis perihal hal ini. Berikut petikannya.

Pada awalnya, media Israel, mengutip sumber militer, melaporkan Kolonel Ihsan Daqsa tewas di dalam tanknya di suatu tempat di Jabalia. Daqsa terbunuh oleh perlawanan Palestina di Gaza Utara.

Namun, cerita ini kemudian berubah. Media Israel melaporkan bahwa Daqsa sebenarnya tewas sekitar 20 meter dari kendaraannya.

Mengapa cerita ini berubah? Ada kemungkinan perwira militer Israel tingkat tinggi itu, bersama tiga perwira lainnya, terbunuh saat berjalan kaki.

Kemungkinan besar cerita diubah untuk menyiratkan bahwa Daqsa mati, seperti pemimpin Hamas Yahya Sinwar, saat bertempur hingga nafas terakhir.

Sinwar gugur di Tel Al-Sultan, dekat kota Rafah di selatan Gaza. Cara Sinwar terbunuh telah menjadi legenda, mungkin tak tertandingi dalam sejarah perlawanan Palestina terhadap kolonialisme Inggris, Zionis, dan pendudukan Israel atas Palestina.

Dengan tangan yang hampir terputus, kehabisan peluru dan granat tangan, lelah dan di ambang kematian, Sinwar meraih sepotong kayu dan melemparkannya ke arah drone Israel yang datang untuk memastikan kematiannya.

Yang menarik, Daqsa, komandan Brigade 401, juga bertempur di Tel Al-Sultan, dan pasukannya pasti terlibat dalam bentrokan langsung dengan Sinwar dan para pejuangnya.

Kemudian, Daqsa dipindahkan ke Jabalia untuk memimpin pembantaian terhadap setiap warga yang hidup di kamp pengungsi kecil di Gaza utara.

Baca juga: EDITORIAL | Sinwar dan Warga Dunia yang Merdeka

Jabalia bertahan

Jabaliya tetap tak terkalahkan. Tentara Israel telah mencoba menginvasi daerah tersebut dua kali sebelumnya dan gagal.

Pada 9 Oktober, Israel melancarkan upaya paling keras untuk merebut Jabaliya dengan tujuan memaksa seluruh penduduk di daerah tersebut memilih antara mati kelaparan, mati di bawah bom Israel, atau menerima pembersihan etnis mereka ke selatan.

Brigade 401 yang dipimpin Daqsa hanya satu dari beberapa brigade yang diberi tugas ini. Kolonel Israel yang banyak dipuji ini berada di Jabalia untuk menilai kemajuan pertempuran.

Sangat logis untuk berasumsi bahwa Daqsa dan rombongannya—para komandan tingkat atas dari Divisi 162 dan Batalyon 52—sedang mengunjungi bagian wilayah yang mereka anggap paling aman.

Mereka salah, tentu saja. Sebagaimana Israel telah membuktikan bahwa tidak ada tempat yang aman di Gaza, perlawanan Palestina terus menunjukkan bahwa tidak ada tempat yang aman bagi militer Israel di Gaza juga.

Orang-orang yang mendampingi Daqsa dalam misinya juga terluka, beberapa diyakini dalam kondisi kritis.

Daqsa adalah kolonel keempat yang tewas sejak perang dimulai. Menurut media Israel, penggantinya adalah Letnan Kolonel Meir Biederman. Akankah dia berhasil menyelesaikan pekerjaan berdarah yang telah dimulai oleh Daqsa dan yang lainnya? Kemungkinannya kecil.

Beberapa analis Palestina mengatakan bahwa pembunuhan Daqsa adalah respons perlawanan terhadap pembunuhan Sinwar. Mungkin saja benar.

Namun, bagi para pejuang Palestina di Jabaliya, membunuh seorang kolonel atau pun seorang tentara berpangkat rendah, semuanya bagian dari perang panjang yang hanya bisa berakhir dengan mundurnya para penjajah.

Baca juga: Kolonel Israel tewas di pertempuran Jabalia, Gaza utara

Baca juga: Al-Duwairi: Tentara Israel hanya bisa maju di Gaza utara pada malam hari

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular