Selama lebih dari sebulan terakhir, militer Israel terus melanjutkan operasi penghancuran dan penggusuran besar-besaran di dalam wilayah yang disebut “garis kuning”. Zona penyangga yang mencakup sekitar 60 persen luas Jalur Gaza.
Tindakan ini berlangsung meskipun gencatan senjata resmi telah berlaku sejak 10 Oktober lalu, dan dipandang sebagai pelanggaran nyata terhadap kesepakatan tersebut.
Setiap hari, dentuman ledakan terdengar di sepanjang wilayah timur, selatan, dan utara Gaza, menyertai aktivitas alat berat milik militer Israel yang mengebom dan menghancurkan rumah-rumah warga Palestina yang tersisa.
Tank-tank dan kendaraan lapis baja terus menembakkan peluru ke arah daerah-daerah di sekitar garis kuning.
Gerakan Hamas menilai penghancuran sistematis itu, bersama dengan upaya militer Israel memperluas kontrol hingga 33 kilometer persegi di luar zona penarikan, merupakan pelanggaran mencolok terhadap perjanjian gencatan senjata.
Dalam pernyataannya, Hamas mendesak para mediator internasional menekan Israel agar menghentikan pelanggaran yang dinilai bertujuan menggagalkan upaya stabilisasi pascaperang.
Fokus di Khan Younis Timur
Laporan lapangan menunjukkan bahwa operasi penghancuran kini terpusat di wilayah timur Khan Younis, Gaza selatan.
Jurnalis lokal Ammar Qudeih, yang tinggal di kawasan itu, menuturkan bahwa pasukan Israel telah menguasai seluruh wilayah Bani Suhaila, Abasan, al-Fukhari, al-Qarara, dan Khuza’a—area seluas sekitar 50 kilometer persegi.
“Mereka menghancurkan rumah, menggusur lahan pertanian, dan menembak warga yang mencoba kembali,” ujarnya kepada Al Jazeera Net.
Wilayah-wilayah ini dikenal sebagai pusat produksi pangan Gaza. Dengan tanah subur dan sumber air tawar melimpah, kawasan tersebut dijuluki “lumbung pangan Gaza”.
Namun, sejak awal perang, serangan udara dan darat yang intens memaksa sebagian besar penduduknya mengungsi ke arah barat, ke daerah al-Mawasi atau selatan ke Rafah.
Menurut Qudeih, sekitar 90 persen bangunan, lahan pertanian, dan infrastruktur di kawasan timur Khan Younis kini rata dengan tanah.
“Daerah itu telah berubah menjadi hamparan reruntuhan. Tanah yang dulu menjadi sumber penghidupan kini tak lagi bisa digarap,” katanya.
Ketakutan akan jaringan terowongan
Operasi penghancuran juga meluas ke seluruh wilayah timur Jalur Gaza, termasuk bagian timur Kota Gaza.
Pengamat politik Iyad al-Qarra menilai, alasan utama di balik operasi ini adalah keyakinan Israel bahwa masih ada kelompok perlawanan yang bersembunyi di wilayah-wilayah tersebut, khususnya di selatan dan timur Rafah.
“Israel berusaha menghancurkan apa pun yang mungkin menjadi tempat persembunyian atau jalur bawah tanah. Tapi kompleksitas jaringan terowongan membuat mereka gagal menuntaskan misi itu,” kata al-Qarra.
Ia menambahkan, situasi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang alasan sebenarnya keberadaan tentara Israel di kawasan itu selama hampir dua tahun.
Menurutnya, sekitar 80 persen wilayah timur Rafah dan Khan Younis telah hancur total akibat operasi berulang Israel.
“Kawasan itu menjadi sasaran utama karena diyakini masih ada sel-sel perlawanan yang aktif di dalamnya,” ujarnya.
Ia juga menyebut adanya kelompok lokal yang berkolaborasi dengan Israel, seperti kelompok “Abu Shabab” dan “Hussam al-Astal”, yang beroperasi di sekitar Khan Younis dan Rafah.
Namun di sisi lain, al-Qarra menilai langkah ini juga terkait dengan dinamika politik gencatan senjata.
Amerika Serikat (AS), katanya, tengah mendorong fase kedua dari perjanjian gencatan yang mencakup penarikan penuh pasukan Israel dari kawasan timur.
“Israel tampaknya berpacu dengan waktu untuk menghancurkan semuanya sebelum ditarik mundur,” jelasnya.
Lima tujuan utama operasi Israel
Analis politik Palestina Yasser Abu Hein menilai bahwa kelanjutan operasi penghancuran di wilayah dalam “garis kuning” memiliki beberapa tujuan strategis:
- Menuntaskan penghancuran total infrastruktur dan rumah-rumah agar warga tidak bisa kembali setelah penarikan pasukan.
- Menciptakan zona penyangga luas di sepanjang perbatasan Gaza, yang memudahkan pengawasan dan operasi militer Israel.
- Melanjutkan pencarian jaringan terowongan bawah tanah, yang telah menjadi fokus operasi selama dua tahun, menandakan kompleksitas sistem pertahanan Hamas.
- Mendirikan pos-pos militer di dataran tinggi di wilayah timur Gaza untuk mempertahankan kendali tembakan ke wilayah yang lebih luas, termasuk luar zona penyangga.
- Menegaskan citra kekuasaan Israel, dengan menunjukkan bahwa meski ada gencatan senjata, militer masih aktif dan memegang kendali lapangan.


