Tuesday, February 25, 2025
HomeBeritaKecam Netanyahu, warga Suriah bersatu tolak ancaman Israel

Kecam Netanyahu, warga Suriah bersatu tolak ancaman Israel

Warga Suriah di bagian selatan negara itu turun ke jalan untuk memprotes perluasan wilayah Israel dan pernyataan perdana menteri Israel yang menyebutkan bahwa pasukan Suriah tidak boleh bergerak ke selatan ibu kota.

Dalam pidatonya pada Ahad, Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa dirinya tidak akan membiarkan pasukan pemerintah baru Suriah “memasuki wilayah selatan Damaskus”.

“Perhatikan: Kami tidak akan membiarkan pasukan HTS atau tentara Suriah baru memasuki wilayah selatan Damaskus,” ujar Netanyahu, mengacu pada pemerintah baru Suriah dan Hay’at Tahrir al-Sham.

“Kami menuntut demiliterisasi penuh di selatan Suriah dari pasukan rezim Suriah yang baru di provinsi Quneitra, Daraa, dan Sweida,” tambahnya.

Pernyataan Netanyahu ini memicu kemarahan yang meluas di Suriah, khususnya di selatan, setelah beberapa minggu Israel melakukan serangan dan okupasi wilayah tersebut.

Robin Yassin-Kassab, seorang pakar konflik Suriah, berpendapat bahwa Netanyahu mencoba memanfaatkan momen ini, di mana ia tampaknya mendapat dukungan dari Presiden AS Donald Trump dan kelompok ekstremis di pemerintahan AS untuk melemahkan Suriah yang baru.

Dalam pidatonya, Netanyahu juga menyebutkan komunitas Druze Suriah, yang mayoritas tinggal di Sweida, dengan tujuan menarik dukungan dari minoritas tersebut.

“Kami tidak akan mentolerir ancaman terhadap komunitas Druze di selatan Suriah,” katanya.

Namun, meskipun pemerintah Israel berusaha “memperkuat” hubungan dengan kelompok agama yang dianggap “ramah”, hal ini tidak mendapat sambutan positif dari komunitas Druze Suriah.

Sheikh Hikmat al-Hijri, pemimpin komunitas Druze Suriah, sebelumnya telah mengutuk invasi Israel ke wilayah Suriah yang dimulai setelah jatuhnya mantan Presiden Bashar al-Assad pada Desember lalu.

“Druze ingin tetap tinggal di tanah mereka dengan kehormatan, tetapi ini sudah menjadi masalah internasional,” kata Hijri pada Desember lalu. “Invasi ini harus ditangani oleh semua negara.”

Yassin-Kassab menilai Netanyahu “jelas berusaha memecah belah Suriah” dan menilai upayanya untuk “melindungi Druze” sebagai manipulatif. “Dia menciptakan situasi yang tidak ada,” tambahnya.

Di provinsi yang disebutkan oleh Netanyahu, warga Suriah berkumpul di alun-alun umum untuk mengekspresikan penolakan keras terhadap demiliterisasi. Di Daraa, mereka meneriakkan, “Netanyahu, kamu babi, Suriah tidak untuk dibagi!” dan “Suriah merdeka, Israel keluar!”

Sementara itu, para pengunjuk rasa Druze mengadakan demonstrasi di Sweida dengan membawa spanduk yang menolak penjajahan Israel di wilayah mereka. “Warga Sweida adalah bagian dari Suriah dan tidak akan menerima selain negara Suriah. Hukum Suriah adalah pelindung dan jaminan hak-hak mereka,” tulis salah satu spanduk.

Di Quneitra, warga juga mengangkat tanda yang menekankan rasa memiliki terhadap Suriah dan menolak pendudukan Israel. Sebagian besar provinsi Quneitra telah diduduki Israel sejak 1967.

Yassin-Kassab mengungkapkan bahwa gagasan bahwa pasukan Suriah tidak diperbolehkan untuk dikerahkan di selatan Damaskus adalah sangat mengejutkan.

“Tentu saja, pemerintah Suriah tidak dapat menerima itu, dan ini menempatkan mereka dalam situasi yang sangat sulit. Ini menunjukkan bahwa Israel akan memperlakukan pasukan Suriah seperti mereka memperlakukan Hizbullah,” katanya.

Tentara Israel sesekali membombardir Lebanon selatan sejak gencatan senjata dengan Hizbullah pada November, dengan alasan menyerang target-target milik kelompok Lebanon tersebut.

Di Suriah, Israel langsung membombardir berbagai pangkalan militer, kendaraan, dan peralatan militer sejak pemerintah Assad jatuh.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular